Kunjungi Channel YouTube kami di "Guru Itung" Channel

Halaman

Saturday, August 28, 2021

Catatan Akhir Pekan Guru Penggerak Part 16: Praktik Coaching Model TIRTA

Oleh: Jamaluddin Tahuddin

Pada tahapan demonstrasi kontekstual, guru melakukan praktik coaching di sekolah tempat mengajar dengan menggunakan model TIRTA. Dalam kegiatan ini, guru memilih murid sebagai coachee. Guru memanggil seorang murid yang bernama Nadin ke perpustakaan karena ia melihat Nadin banyak melamun dan kurang semangat dan melalui tahapan Tujuan pada model TIRTA, Nadin membutuhkan solusi sekaligus ingin mengetahui penyebab dari masalah yang sedang dihadapinya. Setelah melakukan identifikasi melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif dan efektif, ternyata terungkap bahwa Nadin banyak melamun dan kurang semangat disebabkan ia merasa tidak nyaman belajar di hampir semua mata pelajaran. Ia merasa tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik karena susah memahami isi pelajaran itu. Ia sudah menyimak dengan sungguh-sungguh penjelasan dari guru, tapi ia tidak mengingatnya pada saat ulangan sehingga hasil ulangannya tidak pernah tuntas. Sekalipun demikian, ternyata masih ada pelajaran yang mudah ia pahami yakni mata pelajaran Pendidikan jasmani dan seni budaya. Alasannya karena kedua mata pelajaran itu lebih banyak praktek sehingga tidak perlu banyak membaca. Sementara mata pelajaran yang lain mesti banyak membaca dan menghafal rumus terutama matematika. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ia merasa tidak nyaman belajar karena mata pelajaran yang lain kurang prakteknya. Tapi, hal yang menarik dari hasil identifikasi adalah bahwa ternyata Nadin memahami bahwa dirinya bisa menghafal lagu sekalipun liriknya panjang dan ia pun berpikir akan membuat rangkuman pelajarannya berirama seperti lagu. Setelah guru meyakinkan bahwa langkah itu bagus dan menjelaskan bahwa metode itu disebut metode Rhyming. Nadin pun merasa semakin mantap untuk melakukannya. 

Pada tahap Rencana aksi, guru juga menanyakan hal lain yang akan dilakukan Nadin selain membuat rangkuman dengan metode Rhyming. Selain membuat rangkuman dengan menggunakan metode Rhyming, Nadin juga akan membuat kelompok belajar, belajar di tempat yang nyaman dan makan makanan bergizi. Setelah tahapan rencana aksi yang akan dilakukan oleh Nadin dirasa sudah mantap, guru lalu menanyakan komitmen apa yang akan dilakukan Nadin untuk menjalankan rencananya. Dalam hal ini, Nadin berkomitmen akan mencatat dan membuat rangkuman pelajaran dengan menggunakan metode Rhyming dan membuat kelompok belajar. Ia akan mengajak Alya untuk belajar bersama agar bisa membantunya mereview pelajaran karena menurutnya Alya adalah anak yang pintar. Gurupun mengatakan bahwa itu adalah ide yang baik sekali dan meyakinkan Nadin bahwa ia pasti bisa melakukannya dengan baik.

Setelah mempelajari modul Coaching ini, dapat dipahami bahwa Coaching merupakan salah satu proses menuntun belajar murid untuk mencapai kekuatan kodratnya. Sebagai seorang pamong, guru dapat memberikan tuntunan melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif dan efektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya. Proses Coaching penting untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dapat membuat murid melakukan metakognisi. Pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam sehingga murid dapat menunjukkan potensinya. Perbedaan antara coaching, mentoring, dan konseling dapat ditinjau dari aspek tujuan, hubungan, dan keahlian. 

Ditinjau dari aspek tujuan, coaching mengarahkan coachee untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan memaksimalkan potensinya. Mentoring membagikan  pengalamannya untuk membantu mentee mengembangkan dirinya. Konseling membantu konseli memecahkan masalahnya. 

Ditinjau dari aspek hubungan, coaching merupakan kemitraan yang setara dan coachee sendiri yang mengambil keputusan. Coach hanya mengarahkan saja, coachee lah yang membuat keputusan sendiri. Mentoring merupakan hubungan antara seseorang yang berpengalaman dan yang kurang berpengalaman. Mentor langsung memberikan tips bagaimana menyelesaikan suatu masalah atau mencapai sesuatu. Konseling merupakan hubungan antara seorang ahli dan seseorang yang membutuhkan bantuannya. Konselor bisa saja langsung memberi solusi. Ditinjau dari aspek keahlian, coach bisa saja seseorang yang ahli, guru, teman  atau rekan kerja. Mentor adalah seseorang yang berpengalaman dalam bidangnya. Konselor adalah seseorang yang ahli  dalam bidangnya. 

Pendidik diharapkan berperan sebagai penuntun bagi murid, maka kita bersama perlu memahami proses pendekatan komunikasi  Coaching ini agar selaras dengan proses among yang  kita hidupi dalam  keseharian sebagai  pendidik. Pendampingan yang  kita lakukan bagi  anak-anak didik kita, seyogyanya memberikan arti dalam proses tumbuh kembang sehingga para coachee mengalami proses yang bermakna dari setiap langkah TIRTA yang dijalani dan potensi mereka tergali optimal. ARTI sebagai paradigma pendampingan Coaching sistem among merupakan akronim dari Apresiasi, Rencana, Tulus, dan Inkuiri. Dalam proses coaching, seorang coach mempasisikan coachee sebagai mitra dan menghormati setiap apa yang dikomunikasikan, memberikan tanggapan positif dari apa yang disampaikan. Apresiasi merupakan nilai yang terkandung dalam komunikasi yang memberdayakan. Proses coaching dilakukan sebagai pendampingan bagi coacbee dalam menemukan solusi dan  menggali potensi yang ada dalam diri, yang kemudian dituangkan dalam sebuah tindakan sebagai bentuk tanggung jawab (TlRTA). Pada saat sesi coaching, seorang coach hendaknya Tulus memberikan waktu  dan diri seutuhnya dalam  melakukan  proses coaching. Dengan sebuah niat dan kesungguhan ingin membantu coachee dalam pengembangan potensi mereka. Dalam proses coaching, seorang coach menuntun agar coachee dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru atas situasi yang sedang dihadapi. Proses coaching menekankan pada proses inkuiri yaitu kekuatan pertanyaan atau proses bertanya yang muncul dalam dialog saat   coaching. Pertanyaan efektif mengaktifkan kemampuan berpikir reflektif para murid dan keterampilan bertanya mereka dalam pencarian makna dan jawaban atas situasi atau fenomena yang mereka hadapi dan jalani.

Dalam usaha membangun keselarasan berkomunikasi, coach juga perlu belajar menyamakan posisi diri pada saat coaching berlangsung. Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach lakukan adalah menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh, menyelaraskan emosi. Setelah mempelajari bagian ini, saya memahami bahwa makna dari membangun sebuah komunikasi asertif dengan murid adalah membangun keselarasan dalam berkomunikasi sehingga murid merasa aman dan nyaman ketika berkomunikasi dengan guru. Dampak yang bisa saya rasakan adalah saya bisa mengetahui tips membangun komunikasi asertif dengan murid, yaitu menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh, dan menyelaraskan emosi. Dengan demikian saya merasa terobsesi untuk mencoba ketiga tips ini ketika berkomunikasi dengan murid. 

Setelah melihat keterkaitan antara berbagai materi, saya memiliki perspektif yang lebih luas yang dapat memperkaya saya dalam membuat perubahan di kelas atau sekolah. Pada tahapan pembelajaran setelah ini, saya melakukan sebuah tindakan sebagai implementasi dari pemahaman yang sudah didapat. Sebagai persiapan melakukan Aksi Nyata tersebut, saya membuat rancangan sederhana dengan mengisi bagan yang ada di LMS. Rancangan aksi nyata ini dilatarbelakangi oleh pentingnya melakukan coaching di sekolah sebagai upaya menuntun rekan sejawat untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan masih banyaknya rekan sejawat yang masih tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Aksi nyata yang akan dilakukan bertujuan untuk menuntun rekan sejawat untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan menjalin hubungan kemitraan yang setara dengan rekan sejawat sendiri yang mengambil keputusan.

Adapun rencana tindakan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mencari rekan sejawat yang membutuhkan bantuan untuk mengatasi masalahnya.

2. Membuat kesepakatan bertemu untuk membahas masalahnya.

3. Melakukan coaching dengan menggunakan model TIRTA

  • Menanyakan tujuan dan harapan rekan sejawat dari diskusi itu.
  • Melakukan identifikasi terhadap kekuatan, peluang, hambatan, dan solusi dari rekan sejawat terkait masalah yang sedang dihadapinya.
  • Menanyakan rencana aksi yang akan dilakukan oleh rekan sejawat, meliputi rencana, prioritas, strategi, waktu, ukuran keberhasilan, dan cara mengantisipasi hambatan yang akan dihadapi.
  • Menanyakan tanggung jawab yang meliputi komitmen yang akan dilakukan, orang yang akan dilibatkan, dan tindak lanjutnya.

4. Melakukan refleksi terhadap kegiatan coaching yang telah dilakukan.

Tolok ukur keberhasilan aksi nyata ini adalah rekan sejawat bisa membuat keputusan sendiri untuk memecahkan masalahnya dan tidak lagi merasa bergantung pada coach. Dukungan yang dibutuhkan dalam rencana aksi nyata ini adalah keterlibatan rekan sejawat baik guru ataupun staf. Rancangan aksi nyata ini akan dilaksanakan pada saat kunjungan Pendampingan Individu ke-4. Calon Guru Penggerak bersama rekan sejawat yang sudah diminta untuk latihan coaching akan mempraktikkan coaching di depan pendamping. Dalam hal ini rekan sejawat menjadi coachee. Setelah Calon Guru Penggerak bersama rekan sejawat praktik coaching, Calon Guru Penggerak dan rekan sejawatnya akan melakukan refleksinya, baik secara tertulis ataupun lisan.



Share:

Saturday, August 21, 2021

Catatan Akhir Pekan Guru Penggerak Part 15: Coaching Model TIRTA

Oleh: Jamaluddin Tahuddin

Setelah menyimak video mengenai coaching model TIRTA, saya dapat menyimpulkan bahwa:

  • Dalam membantu coachee mengenali situasi permasalahan yang dihadapi coachee, coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dan menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee.
  • Dalam memberi respon terhadap permasalahan yang dihadapi coachee, coach berusaha untuk terus menggali potensi coachee yang dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahannya. Coach juga berusaha untuk terus memberi motivasi kepada coachee dengan memberikan respon positif terhadap setiap jawaban yang diberikan oleh coachee
  • Praktik coaching model TIRTA pada dasarnya dapat dipraktikkan dalam sistuasi dan konteks lokal kelas dan sekolah. Hanya saja tentu bukanlah hal yang mudah untuk melakukannya karena butuh rasa percaya diri dan keterbukaan dari murid untuk mengungkapkan permasalahan mereka. Sehingga perlu menumbuhkan rasa aman dan nyaman bagi murid agar mereka merasa percaya diri dan terbuka dalam mengungkapkan permasalahan yang mereka hadapi.
  • Yang dapat membantu melatih praktik coaching model TIRTA di kelas dan sekolah adalah rekan guru, orang tua murid, dan murid itu sendiri. Rekan guru dan orang tua juga perlu mengetahui dan mempraktekkan coaching model TIRTA baik di sekolah maupun di rumah. Sehingga murid merasa tidak sendiri baik di sekolah maupun di rumah. Sedangkan murid perlu memiliki rasa percaya diri dan keterbukaan dalam menyelesaikan masalah yang ia hadapi.

Pada sesi kolaborasi, kami melakukan praktik coaching dengan menggunakan model TIRTA. Kami mempraktikkan ketiga kasus yang ada di LMS. Pada kasus 1, seorang murid tidak mau bekerja sama dengan teman-temannya. Dia selalu memiliki alasan, seperti tidak cocok dengan teman-temannya atau dengan alasan lain. Dia memilih bekerja sendiri dan mengumpulkan tugasnya sendiri. Hasil yang dikumpulkan secara mandiri itu selalu bagus. Pada kasus 2, Seorang murid bercerita jika dia merasa diperlakukan tidak adil oleh seorang guru. Guru tersebut membuka les privat, dan sebagian besar murid di kelas mengikuti les privat tersebut, kecuali murid tersebut. Murid tersebut merasa tidak nyaman ketika guru sering menyindir murid yang tidak mau ikut les privatnya. Bahkan, murid tersebut juga merasa bahwa nilai yang diberikan pun tidak adil, para murid yang mengikuti les guru tersebut mendapatkan nilai yang lebih baik dari murid tersebut. Pada kasus 3, rekan Anda bercerita jika dia baru saja mendapatkan teguran dari kepala sekolah yang menerima laporan dari pengawas sekolah yang melakukan supervisi saat ia mengajar. Pengawas sekolah yang melakukan supervisi tampak keberatan ketika rekan Anda mengajar tanpa buku teks. Rekan Anda mengajar dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar lainnya. Ketika diingatkan pengawas tersebut, rekan Anda menyampaikan jika ia tetap mengacu pada kurikulum walaupun tidak menggunakan buku teks. Pengawas tersebut tampaknya tersinggung dan memberikan laporan tentang hal itu kepada kepala sekolah.

Kelompok terdiri dari tiga (3) calon guru Penggerak, satu orang akan berperan sebagai coach, satu orang lainnya berperan sebagai coachee, dan satu orang lainnya berperan sebagai pengamat yang mengobservasi proses praktek coaching model TIRTA dengan menggunakan lembar pengamatan. Peran dilakukan secara bergantian di setiap kasus (disediakan 3 kasus). Di setiap akhir praktek coaching di satu kasus, pengamat menyampaikan hasil pengamatannya.

Sebelum mempelajari modul ini, saya pikir bahwa coaching itu seperti membimbing atau melatih orang lain seperti layaknya pada pelatihan atau workshop. Saya juga merasa bahwa coaching itu tidak terlalu penting dipelajari karena cukup menguasai ilmu komunikasi saja. Tapi, setelah mempelajari modul ini, saya pikir bahwa coaching adalah mengarahkan orang lain untuk memecahkan masalahnya dengan menggali potensi yang dimiliki orang tersebut. Jadi, ternyata coaching itu tidak bersifat menggurui seperti yang saya pikir sebelumnya. Saya juga merasa bahwa coaching itu sangat penting dipelajari dan dipraktikkan karena menguasai ilmu komunikasi tidaklah cukup untuk melakukan coaching. Selain dengan komunikasi yang baik, coaching juga membutuhkan strategi tertentu untuk bisa membantu orang lain menggali potensinya untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Dari empat kelompok kompetensi dasar seorang coach, saya merasa bahwa kekuatan saya ada pada kompetensi keterampilan berkomunikasi karena saya bisa berkomunikasi dengan baik dengan orang lain. Dari teknik coaching yang saya pelajari, teknik yang perlu saya kembangkan dan latih adalah teknik mengidentifikasi masalah. Karena kendala yang mungkin dihadapi ketika melakukan coaching adalah saat berupaya melakukan sesi coaching dengan murid di sekolah, murid masih tidak percaya diri dan tidak memiliki keterbukaan dalam menyampaikan pendapat. Sehingga butuh teknik tersendiri agar dapat mengidentifikasi masalah maupun potensi yang dimiliki murid. Kendala yang dihadapi ketika melakukan praktik coaching dalam komunitas praktisi adalah beberapa teman memiliki sifat sensitif dan mudah tersinggung. Sehingga harus sangat berhati-hati ketika ingin berkomunikasi dengannya terutama untuk membahas hal-hal yang terkait dengan masalah yang dihadapinya. Kita bisa saja dicap sebagai orang yang gila urusan dan lain sebagainya. Upaya yang saya lakukan dalam menghadapi kendala tersebut adalah Saya mencoba membuka pembicaraan dengan hal-hal lain terlebih dahulu. Misal dengan menanyakan kabarnya, kemudian membahas topik yang berhubungan dengan kegemarannya hingga membahas masalah yang dihadapinya


Share:

Saturday, August 14, 2021

Catatan Akhir Pekan Guru Penggerak Part 14: Coaching, Mentoring, atau Konseling

Oleh: Jamaluddin Tahuddin

Aksi nyata pada modul pembelajaran sosial emosional merupakan perpaduan antara pembelajaran diferensisasi dengan pembelajaran social emosional. Kegiatan ini dilakukan dengan menyiapkan sebuah RPP terlebih dahulu. Dalam RPP tersebut, diharapkan mengandung unsur diferensiasi dan kompetensi sosial-emosional, terdapat unsur diferensiasi konten/ proses/ produk, terdapat teknik/kegiatan untuk mendorong 2 (dua) dari 5 (lima) kompetensi sosial-emosional, baik itu kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan berhubungan sosial atau pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Selanjutnya dipraktikkan di kelas dan didokumentasikan dalam bentuk video. Pembelajaran berlangsung sebagaimana durasi jam pelajaran yang berlaku. Namun, video yang dikumpulkan berdurasi antara 15-20 menit dengan rincian 10-15 menit untuk unsur-unsur yang dianggap penting dalam pembelajaran dan 5 menit terakhir untuk refleksi.

Dalam refleksi 5 menit itu, guru menyampaikan perasaan dan pembelajaran yang didapatkan selama perencanaan dan pelaksanaan, serta rencana perbaikan untuk pembelajaran berikutnya di kelas. Selanjutnya video diunggah melalui laman YouTube. RPP dan tautan dari video tersebut diunggah pada pada forum berbagi aksi nyata.

Modul coaching diawali dengan mengirimkan tanggapan dari kasus-kasus yang mungkin terjadi di sekolah. Dimana sejak mengajar selama 16 tahun 10 bulan, berbagai pengalaman dengan berbagai kasus yang saya temui di sekolah. Kasus seperti seorang murid berprestasi yang mengeluhkan tentang susah konsentrasi dan penurunan motivasi belajar yang mengakibatkan ketidakpuasan orangtuanya. Sebagai pendidik, tentu saya akan membantu anak itu mengenali apa yang ia rasakan dan apa penyebabnya. Selanjutnya membimbingnya mengatasi penyebab dari masalah yang ia hadapi dan memotivasinya untuk tetap konsentrasi dalam belajar. Dalam kasus lain, seorang murid datang kepada saya dengan keluhan bahwa ia tidak bisa mengikuti beberapa pelajaran dengan baik ketika di ajar oleh guru-guru tertentu yang tidak sesuai dengan harapannya. Maka sikap saya adalah membantu murid itu mengidentifikasi masalah apa saja yang ia hadapi, lalu menginventarisir berbagai pilihan yang bisa dijadikan solusi atas masalah tersebut. Setelah itu, mengidentifikasi dampak positif dan negatif dari setiap pilihan tersebut lalu menentukan pilihan yang paling sedikit dampak negatifnya dan paling besar dampak positifnya. Tak lupa senantiasa memantau bagaimana perkembangan dari solusi yang dipilih.

Sebelum mempelajari modul coaching, saya berharap bisa membimbing murid dengan lebih baik sehingga mereka bisa memahami pelajaran yang diberikan dengan lebih mudah dan mampu memotivasi mereka agar senantiasa rajin belajar.  Saya juga berharap murid bisa memahami pelajaran yang diberikan dengan lebih mudah dan senantiasa termotivasi untuk rajin belajar. Saya berharap dalam modul ini kita dilatih membimbing dan memotivasi murid sehingga guru bisa menjadi pembimbing dan motivator yang handal.

Ternyata setelah mempelajari modul ini, apa yang saya dapatkan melampaui harapan yang terlintas dalam benak karena ternyata guru tidak sekedar menjadi mentor atau konselor saja melainkan juga menjadi coach. Adapun pengertian coaching menurut Grant (1999) adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee. Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.

Dari definisi coaching tersebut, saya mengambil prinsip-prinsip coaching yaitu proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, memfasilitasi, dan membantu untuk belajar. Sebetulnya sebagai guru, saya pernah menerapkan prinsip-prinsip coaching di sekolah. Dalam sebuah kesempatan, pada saat peserta didik menyelesaikan masalah matematika, saya memberikan petunjuk beberapa alternatif cara atau rumus yang bisa digunakan untuk menyelesaikannya. Dan peserta didik akan memilih cara atau rumus yang menurut mereka lebih mudah dan lebih cepat menyelesaikan masalah. Sebagai contoh, ketika peserta didik ingin mengetahui luas daerah segitiga, mereka bisa membagi panjang alasnya dengan 2 lalu dikalikan dengan tingginya, atau mengalikan panjang alas dengan tinggi terlebih dahulu lalu hasilnya dibagi dengan 2.

Selain itu, International Coach Federation (ICF) juga mendefinisikan coaching sebagai:

“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”

Dari definisi ini, Pramudianto (2020) menyampaikan tiga makna yaitu:

  • Kemitraan. Hubungan coach dan coachee adalah hubungan kemitraan yang setara. Untuk membantu coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.
  • Memberdayakan. Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal ini,  dengan sesi coaching yang ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach menginspirasi coachee untuk menemukan jawaban-jawaban sendiri atas permasalahannya.
  • Optimalisasi. Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya memastikan jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan dalam aksi nyata sehingga potensi coachee berkembang.

Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab itu peran seorang coach (pendidik) adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.

Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini, coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program merdeka belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.

Masih terkait dengan kemerdekaan belajar, proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam  dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya.

Murid kita di sekolah tentunya memiliki potensi yang berbeda-beda dan menunggu untuk dikembangkan. Pengembangan potensi  inilah yang menjadi tugas seorang guru. Apakah pengembangan diri anak ini cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang guru. Pengembangan diri anak dapat dimaksimalkan dengan proses coaching.

Coaching, sebagaimana telah dijelaskan pengertiannya dari awal memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. JIka proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi.

Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching.  Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi. Berkomunikasi seperti apakah yang perlu seorang coach miliki akan dibahas pada bagian selanjutnya dalam modul coaching ini. Selain keterampilan berkomunikasi, beberapa keterampilan dasar perlu dimiliki oleh seorang coach. International Coach Federation (ICF) memberikan acuan mengenai empat kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu:

  • keterampilan membangun dasar proses coaching
  • keterampilan membangun hubungan baik
  • keterampilan berkomunikasi
  • keterampilan memfasilitasi pembelajaran

Empat keterampilan dasar seorang coach seharusnya dapat dimiliki oleh guru ketika memerankan diri sebagai coach.

Dari keempat keterampilan tersebut, keterampilan yang sudah saya kuasai yaitu keterampilan membangun hubungan baik dan keterampilan berkomunikasi. Sementara keterampilan yang perlu saya asah agar dapat menjalankan coaching dengan baik yaitu keterampilan membangun dasar proses coaching dan keterampilan memfasilitasi pembelajaran. Kendala yang ditemui ketika berupaya meningkatkan keterampilan tersebut adalah belum memahami cara membangun dasar proses coaching, masih belum bisa memfasilitasi pembelajaran secara maksimal, karena biasanya lebih banyak mengajari daripada membantu untuk belajar. Selain itu, sugesti negatif yang dimiliki sebagian besar peserta didik bahwa matematika itu adalah pelajaran yang sangat sulit.

Dari video burung hantu yang membantu sang kancil menyeberang sungai, burung hantu terlebih dahulu membantu sang kancil merefleksi apa saja yang sudah ia lakukan untuk mencapai tujuannya. Ia juga membantu sang kancil untuk menggali potensi yang dimiliki sang kancil. Burung hantu menanggapi pernyataan sang kancil tentang ketidakmampuannya dengan menanyakan kemampuan apa yang dimiliki sang kancil dan bagaimana menerapkannya hingga sang kancil menyadari potensi yang dimilikinya dan berhasil menerapkan potensi yang dimilikinya. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan burung hantu untuk membantu sang kancil adalah sebagai berikut:

  • Apa yang bisa saya bantu?
  • Apa yang telah Anda coba sejauh ini?
  • Bisakah Anda datang ke sungai? Apa yang kamu lihat? Apa yang Anda lihat dalam refleksi itu? Siapa yang kamu lihat?
  • Apakah kamu tidak bisa melakukan apa yang mereka lakukan?
  • Apa yang akan kamu lakukan?
  • Apa kemampuanmu? Tunjukkan bagaimana kamu melakukannya.

Jika saya menjadi sang kancil, tentu akan merasa senang karena sudah merasa dibantu. Selain itu saya juga merasa puas dan lega karena telah mampu melakukannya sendiri dengan potensi yang dimiliki tanpa harus berusaha menjadi seperti orang lain. Jika saya adalah burung hantu dan kancil adalah murid, tentu saya mesti sabar karena mereka tentu sangat membutuhkan bantuan. Mereka membutuhkan arahan dan petunjuk yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Sementara itu dari video pengemudi mobil, diperoleh bahwa Ketika pengemudi mobil berperan sebagai konselor, ia menggali masalah-masalah yang dihadapi oleh seseorang yang bermasalah dalam mengemudi mobil di masa lalu. Ketika menjadi mentor, ia membantu seseorang yang bermasalah dalam mengemudi mobil dengan memberikan tips bagaimana mengemudi dengan aman. Dan Ketika ia menjadi coach, ia membantu seseorang yang bermasalah dalam mengemudi mobil dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali kemampuan orang tersebut dalam memulai mengemudi lagi. Perbedaan antara coaching, mentoring, dan konseling dapat ditinjau dari aspek tujuan, hubungan, dan keahlian. 

Ditinjau dari aspek tujuan, coaching mengarahkan coachee untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan memaksimalkan potensinya. Mentoring membagikan  pengalamannya untuk membantu mentee mengembangkan dirinya. Konseling membantu konseli memecahkan masalahnya. 

Ditinjau dari aspek hubungan, coaching merupakan kemitraan yang setara dan coachee sendiri yang mengambil keputusan. Coach hanya mengarahkan saja, coachee lah yang membuat keputusan sendiri. Mentoring merupakan hubungan antara seseorang yang berpengalaman dan yang kurang berpengalaman. Mentor langsung memberikan tips bagaimana menyelesaikan suatu masalah atau mencapai sesuatu. Konseling merupakan hubungan antara seorang ahli dan seseorang yang membutuhkan bantuannya. Konselor bisa saja langsung memberi solusi.

Ditinjau dari aspek keahlian, coach bisa saja seseorang yang ahli, guru, teman  atau rekan kerja. Mentor adalah seseorang yang berpengalaman dalam bidangnya. Konselor adalah seseorang yang ahli  dalam bidangnya.

Guru berperan sebagai konselor pada saat ingin mengetahui masalah yang sedang dihadapi oleh peserta didik. Ini dilakukan dengan cara menggali masalah-masalah yang dihadapi peserta didik di masa lalu. Guru berperan sebagai mentor ketika ingin membagi pengalamannya kepada peserta didik untuk membantu mereka mengembangkan dirinya. Ini dilakukan dengan cara memberikan tips bagaimana menyelesaikan suatu masalah atau mencapai sesuatu. Guru berperan sebagai coach ketika ingin mengarahkan peserta didik untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan memaksimalkan potensinya. Ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali kemampuan peserta didik hingga mereka membuat keputusan sendiri. Untuk mendorong potensi murid, peran yang mesti dipilih adalah peran sebagai coach karena coach dapat mengarahkan peserta didik untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan memaksimalkan potensinya. Kendala yang saya alami ketika berperan sebagai seorang coach adalah kadang tidak sabar dalam mengarahkan peserta didik. Sehingga semestinya mereka menyelesaikan masalahnya sendiri dengan memaksimalkan potensi yang mereka miliki, akhirnya saya langsung memberikan solusi atau tips berdasarkan pengalaman yang saya miliki. Padahal ketika saya langsung memberikan solusi, maka otomatis saya tidak menjadi coach melainkan konselor. Begitu pula ketika saya langsung memberikan tips berdasarkan pengalaman yang saya miliki, maka saya pun tidak menjadi coach melainkan mentor. 

Komunikasi merupakan keterampilan dasar coaching. Komunikasi dapat diartikan sebagai proses meneruskan informasi atau pesan dari satu pihak kepihak yang lain dengan menggunakan media kata, tulisan ataupun tanda peraga. Komunikasi dapat terjadi satu arah dan dua arah, dimana ada peran pemberi pesan dan penerima pesan. 4 unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan, yaitu hubungan saling mempercayai, menggunakan data yang benar, bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi, dan rencana tindak lanjut atau aksi.

Komunikasi terdiri dari 4 aspek, yaitu komunikasi asertif, pendengar aktif, bertanya efektif, dan umpan balik positif. Setelah melihat tayangan video tentang gaya komunikasi maka saya berkesimpulan bahwa saya miliki adalah gaya komunikasi asertif karena saya memiliki rasa percaya diri dalam menyatakan pendapat, senantiasa mencari jalan tengah dalam menyelesaikan masalah, berpendapat tapi juga belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan senantiasa mencari pendapat yang terbaik dan tepat untuk menyelesaikan masalah. Langkah-langkah yang perlu dipelajari untuk menjadi komunikator yang asertif adalah cara berkomunikasi yang baik, melatih empati bagi orang lain, dan menumbuhkan rasa percaya diri dalam menyatakan pendapat. Adapun tantangan saya dalam melakukan komunikasi asertif adalah terkadang saya bersikap egois pada saat menyatakan pendapat. Terkadang muncul rasa ingin diterima pendapatnya tanpa memperdulikan pendapat orang lain. Oleh karena itu, saya perlu berusaha melatih empati bagi orang lain agar bisa memahami orang lain sehingga bisa belajar mendengarkan pendapat orang lain.

Dalam usaha membangun keselarasan berkomunikasi, coach juga perlu belajar menyamakan posisi diri pada saat coaching berlangsung. Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach lakukan adalah menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh, menyelaraskan emosi. Setelah mempelajari bagian ini, saya memahami bahwa makna dari membangun sebuah komunikasi asertif dengan murid adalah membangun keselarasan dalam berkomunikasi sehingga murid merasa aman dan nyaman ketika berkomunikasi dengan guru. Dampak yang bisa saya rasakan adalah saya bisa mengetahui tips membangun komunikasi asertif dengan murid, yaitu menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh, dan menyelaraskan emosi. Dengan demikian saya merasa terobsesi untuk mencoba ketiga tips ini ketika berkomunikasi dengan murid. 

Kadang orang merasa bahwa ia sudah memahami apa yang dikatakan orang lain, padahal ia bahkan mungkin belum memikirkan apa yang sudah ia dengar. Untuk memahami dengan baik apa yang kita dengar, tentu terlebih dahulu kita harus pikirkan apa yang kita dengar. Setelah menonton video mendengarkan aktif, saya bisa menyimpulkan bahwa mendengarkan berarti proses mendengar yang dilakukan secara sadar, penuh perhatian, dan penuh konsentrasi. Hambatan yang dapat membuat saya tidak mendengarkan secara aktif adalah adanya suara lain atau ada hal lain yang sedang dipikirkan sehingga saya menjadi tidak konsentrasi pada saat mendengar apa yang orang lain sampaikan. Untuk menghilangkan hambatan tersebut, saya akan mengajak lawan bicara untuk berbincang di tempat yang tenang tanpa gangguan suara yang lain, mengesampingkan urusan lain yang sedang dipikirkan untuk memberikan perhatian penuh pada lawan bicara. Ada 5 Teknik mendengarkan aktif, yaitu memberikan perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan, tunjukkan bahwa kita mendengarkan, menanggapi perasaan dengan tepat, Parafrase, dan bertanya.

Bertanya pada coaching merupakan kemampuan bertanya dengan tujuan tertentu. Bukan sekedar jawaban singkat yang diharapkan, namun pertanyaan yang diberikan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri. 

TIRTA dikembangkan dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya. 

Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching.  Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah. TIRTA kepanjangan dari Tujuan. Identifikasi, Rencana aksi, dan Tanggung jawab.

Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.

Tugas guru adalah menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat potensi murid Anda. Bagaimana cara Anda menjaga agar dapat menyingkirkan sumbatan yang ada? Jawabannya adalah keterampilan coaching.

Dari semua langkah dalam model TIRTA, langkah yang paling menantang adalah Tanggung jawab. Menurut saya, langkah ini cukup menantang karena dari aksi yang telah direncanakan masih dibutuhkan komitmen yang kuat untuk melaksanakan rencana aksi termasuk memilih orang yang dapat membantu menjalankan komitmen tersebut. Kendala yang mungkin dihadapi ketika menggunakan langkah-langkah dalam model TIRTA ketika berupaya melakukan sesi coaching dengan murid di sekolah adalah murid masih tidak percaya diri dan tidak memiliki keterbukaan dalam menyampaikan pendapat.


Share:

Saturday, August 7, 2021

Catatan Akhir Pekan Guru Penggerak Part 13: Mindfullness, STOP, dan POOCH

Oleh: Jamaluddin Tahuddin

Pembelajaran social emosional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional terdiri atas 5 kompetensi, yaitu kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan relasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

Pada kompetensi kesadaran diri, kita mesti mengenali 6 emosi dasar yaitu takut, marah, jijik, kaget, sedih, dan bahagia. Takut sebagai respon emosional terhadap ancaman langsung yang umumnya dianggap sebagai kecemasan, memiliki peranan penting dalam bertahan hidup. Marah yang ditandai dengan permusuhan, pergolakan, frustrasi, dan perselisihan dengan orang lain, berperan dalam perlawanan ketika terdapat suatu ancaman, diwujudkan dalam bentuk menangkis bahaya atau melindungi diri. Jijik yang berasal dari sejumlah hal, termasuk rasa, pemandangan, atau bau yang tidak menyenangkan, bisa juga dalam bentuk kejijikan moral ketika mereka mengamati orang lain terlibat dalam perilaku yang tidak menyenangkan, tidak bermoral, atau jahat. Kaget yang biasanya cukup singkat dan ditandai dengan respons kejutan fisiologis setelah melihat atau mendapat sesuatu yang tidak terduga, bisa positif, negatif, atau netral. Sedih yang ditandai oleh perasaan kecewa, keputusasaan, ketidaktertarikan, dan suasana hati yang muram. Dan bahagia sebagai keadaan yang menyenangkan yang ditandai oleh perasaan puas, gembira, puas, dan sejahtera.

Kompetensi pengelolaan diri merupakan kompetensi mengelola emosi dan fokus. Kompetensi ini dapat dilatihkan dengan menggunakan Teknik STOP (Stop, Take a breath, Observe, Proceed). Stop berarti berhenti. Dalam hal ini kita hendaknya menghentikan apapun yang sedang dilakukan sambil mengambil jeda sejenak. Take a breath berarti tarik napas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar. Observe berarti amati apa yang dirasakan pada tubuh. Amati sensasi  yang dirasakan pada tubuh. Amati pilihan-pilihan yang dapat dilakukan dengan intensi yang didasari keinginan belajar dan kebaikan. Proceed berarti lanjutkan kegiatan. Latihan selesai bawalah perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif dalam aktivitas selanjutnya. 

Kompetensi kesadaran sosial dengan melatih empati dengan menaruh perhatian pada perasaan orang lain dengan 3 pertanyaan dasar, yaitu apa yang dirasakan orang tersebut, apa yang mungkin akan dia lakukan, dan apa yang saya rasakan jika mengalami kejadian yang sama. 

Kompetensi keterampilan sosial berhubungan dengan resiliensi (daya lenting/ ketangguhan): kemampuan individu untuk merespons tantangan atau trauma yang dihadapi dengan cara-cara sehat dan produktif. Sumber resiliensi individu yaitu 3I (I have, I am, I can). I have (saya memiliki) merupakan sumber resiliensi yang berhubungan dengan besarnya dukungan sosial dari lingkungan sekitar yang saya miliki. I am (Saya adalah) merupakan sumber resiliensi yang berkaitan dengan kekuatan dalam diri (didalamnya terdapat perasaan, sikap, dan keyakinan individu). I can (Saya bisa) merupakan sumber resiliensi yang berkaitan dengan usaha yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk memecahkan masalah menuju kekuatan diri (kemampuan menyelesaikan persoalan, keterampilan sosial dan interpersonal. Sumber daya resiliensi (4S), yaitu Supportive People, Strategy, Sagacity, Solution-seeking Behaviour. Identifikasi “Supportive People” yang jadi sandaran ketika Anda terpuruk. Identifikasi “Strategy” yang digunakan untuk membantu diri dalam atasi pemikiran atau perasaan negatif yang membuat diri sulit merespon permasalahan. Identifikasi “Sagacity” atau kebijaksanaan yang membuat anda dapat bertahan dari kesulitan dan melangkah maju. Identifikasi “Solution-seeking Behaviour” atau perilaku mencari bantuan yang pernah dilakukan untuk membantu menyelesaikan permasalahannya.

Kompetensi pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dengan menggunakan teknik POOCH (Problems, Options, Outcomes, Choices). Problems dengan mengevaluasi situasi, Apa masalahnya? (harapan dan realita) Apa penyebabnya?. Options dengan menganalisis alternatif pilihan: Apa saja yang dapat dilakukan? Apakah ada pilihan yang berbeda?. Outcomes dan Choices dengan mempertimbangkan konsekuensi dari masing-masing pilihan itu terhadap diri sendiri dan orang lain.

Ruang lingkup implementasi pembelajaran sosial dan emosional terdiri dari kegiatan rutin, terintegrasi dalam pembelajaran, dan protokol. Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan di luar waktu belajar akademik sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing, misal ekskul, perayaan hari besar, kegiatan sekolah, apel pagi, kerja bakti, senam bersama, kunjungan perpustakaan yang dijadwalkan, membaca bersama, seminar/ pelatihan. Terintegrasi dalam pembelajaran sebagai  strategi pembelajaran atau diintegrasikan dalam kurikulum (RPP). Sedang protokol berkaitan dengan budaya atau aturan sekolah yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk merespon situasi atau kejadian tertentu. Misalnya, berdoa sebelum memulai kegiatan, menjaga ketenangan di ruang perpustakan, berdoa  di mushola sekolah dengan khidmat, dll. 

3 hal menarik yang telah saya pelajari adalah sebagai berikut:

  1. Membuat diri dalam keadaan kesadaran penuh (Mindfullness) dapat membuat kita fokus dalam beraktifitas.
  2. Salah satu teknik untuk membuat diri dalam kesadaran penuh (Mindfullness) adalah dengan teknik STOP (Stop, Take a deep breath, Observe, dan Proceed)
  3. Salah satu teknik yang dapat dilakukan dalam mengambil keputusan secara bertanggung jawab adalah dengan menggunakan teknik POOCH (Problem, Options, Outcome, Choice, dan How)

2 hal penting yang saya pelajari:

  • Untuk membuat diri berada pada kondisi kesadaran penuh (Mindfullness), kita bisa menggunakan teknik STOP (Stop, Take a deep breath, Observe, dan Proceed). Pada teknik ini, kita terlebih dahulu menghentikan aktifitas sejenak, kemudian menarik nafas dalam dan menghembuskannya sebanyak 2-3 kali. Pada saat bernafas, kita hendaknya merasakan udara yang masuk ke dalam hidung dan keluar dari hidung saat dihembuskan sambil mengamati perut yang mengembang saat bernafas dan mengempes saat menghembuskan nafas. Setelah itu, baru kembali melanjutkan aktifitas. Pelajaran ini penting agar kita senantiasa fokus dalam mengerjakan setiap aktifitas, sehingga kita dapat berpikir secara jernih dan tidak stres.
  • Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dengan teknik POOCH (Problem, Options, Outcome, Choice, dan How). Teknik ini penting dipelajari agar kita bisa mengambil keputusan secara tepat dan bisa dipertanggung jawabkan. Teknik ini diawali dengan mengidentifikasi masalah terlebih dahulu, kemudian membuat daftar pilihan-pilihan solusi yang bisa dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut serta mempertimbangkan segala dampak positif dan negatif dari setiap solusi itu. Setelah itu barulah mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dan memikirkan bagaimana cara melaksanakannya.

Satu hal yang ingin saya coba dan terapkan dalam kelas adalah saya akan mencoba teknik STOP di kelas sebelum memulai pelajaran atau sebelum murid mengerjakan soal latihan. Hal ini dilakukan agar murid bisa lebih fokus dalam belajar atau saat mengerjakan soal latihan.

Pada kegiatan demonstrasi kontekstual, saya mencoba mengintegrasikan kompetensi sosial-emosional (KSE) berbasis kesadaran penuh ke dalam RPP. Dalam hal ini kompetensi social dan emosional yang diintegrasikan adalah teknik mengelola emosi dan fokus serta melatih empati bagi murid.


 

Share:

Komentar Terbaru

Translate

Followers

Guru Itung. Powered by Blogger.

Contact Form

Name

Email *

Message *