Kunjungi Channel YouTube kami di "Guru Itung" Channel

Halaman

Saturday, August 14, 2021

Catatan Akhir Pekan Guru Penggerak Part 14: Coaching, Mentoring, atau Konseling

Oleh: Jamaluddin Tahuddin

Aksi nyata pada modul pembelajaran sosial emosional merupakan perpaduan antara pembelajaran diferensisasi dengan pembelajaran social emosional. Kegiatan ini dilakukan dengan menyiapkan sebuah RPP terlebih dahulu. Dalam RPP tersebut, diharapkan mengandung unsur diferensiasi dan kompetensi sosial-emosional, terdapat unsur diferensiasi konten/ proses/ produk, terdapat teknik/kegiatan untuk mendorong 2 (dua) dari 5 (lima) kompetensi sosial-emosional, baik itu kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan berhubungan sosial atau pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Selanjutnya dipraktikkan di kelas dan didokumentasikan dalam bentuk video. Pembelajaran berlangsung sebagaimana durasi jam pelajaran yang berlaku. Namun, video yang dikumpulkan berdurasi antara 15-20 menit dengan rincian 10-15 menit untuk unsur-unsur yang dianggap penting dalam pembelajaran dan 5 menit terakhir untuk refleksi.

Dalam refleksi 5 menit itu, guru menyampaikan perasaan dan pembelajaran yang didapatkan selama perencanaan dan pelaksanaan, serta rencana perbaikan untuk pembelajaran berikutnya di kelas. Selanjutnya video diunggah melalui laman YouTube. RPP dan tautan dari video tersebut diunggah pada pada forum berbagi aksi nyata.

Modul coaching diawali dengan mengirimkan tanggapan dari kasus-kasus yang mungkin terjadi di sekolah. Dimana sejak mengajar selama 16 tahun 10 bulan, berbagai pengalaman dengan berbagai kasus yang saya temui di sekolah. Kasus seperti seorang murid berprestasi yang mengeluhkan tentang susah konsentrasi dan penurunan motivasi belajar yang mengakibatkan ketidakpuasan orangtuanya. Sebagai pendidik, tentu saya akan membantu anak itu mengenali apa yang ia rasakan dan apa penyebabnya. Selanjutnya membimbingnya mengatasi penyebab dari masalah yang ia hadapi dan memotivasinya untuk tetap konsentrasi dalam belajar. Dalam kasus lain, seorang murid datang kepada saya dengan keluhan bahwa ia tidak bisa mengikuti beberapa pelajaran dengan baik ketika di ajar oleh guru-guru tertentu yang tidak sesuai dengan harapannya. Maka sikap saya adalah membantu murid itu mengidentifikasi masalah apa saja yang ia hadapi, lalu menginventarisir berbagai pilihan yang bisa dijadikan solusi atas masalah tersebut. Setelah itu, mengidentifikasi dampak positif dan negatif dari setiap pilihan tersebut lalu menentukan pilihan yang paling sedikit dampak negatifnya dan paling besar dampak positifnya. Tak lupa senantiasa memantau bagaimana perkembangan dari solusi yang dipilih.

Sebelum mempelajari modul coaching, saya berharap bisa membimbing murid dengan lebih baik sehingga mereka bisa memahami pelajaran yang diberikan dengan lebih mudah dan mampu memotivasi mereka agar senantiasa rajin belajar.  Saya juga berharap murid bisa memahami pelajaran yang diberikan dengan lebih mudah dan senantiasa termotivasi untuk rajin belajar. Saya berharap dalam modul ini kita dilatih membimbing dan memotivasi murid sehingga guru bisa menjadi pembimbing dan motivator yang handal.

Ternyata setelah mempelajari modul ini, apa yang saya dapatkan melampaui harapan yang terlintas dalam benak karena ternyata guru tidak sekedar menjadi mentor atau konselor saja melainkan juga menjadi coach. Adapun pengertian coaching menurut Grant (1999) adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee. Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.

Dari definisi coaching tersebut, saya mengambil prinsip-prinsip coaching yaitu proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, memfasilitasi, dan membantu untuk belajar. Sebetulnya sebagai guru, saya pernah menerapkan prinsip-prinsip coaching di sekolah. Dalam sebuah kesempatan, pada saat peserta didik menyelesaikan masalah matematika, saya memberikan petunjuk beberapa alternatif cara atau rumus yang bisa digunakan untuk menyelesaikannya. Dan peserta didik akan memilih cara atau rumus yang menurut mereka lebih mudah dan lebih cepat menyelesaikan masalah. Sebagai contoh, ketika peserta didik ingin mengetahui luas daerah segitiga, mereka bisa membagi panjang alasnya dengan 2 lalu dikalikan dengan tingginya, atau mengalikan panjang alas dengan tinggi terlebih dahulu lalu hasilnya dibagi dengan 2.

Selain itu, International Coach Federation (ICF) juga mendefinisikan coaching sebagai:

“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”

Dari definisi ini, Pramudianto (2020) menyampaikan tiga makna yaitu:

  • Kemitraan. Hubungan coach dan coachee adalah hubungan kemitraan yang setara. Untuk membantu coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.
  • Memberdayakan. Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal ini,  dengan sesi coaching yang ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach menginspirasi coachee untuk menemukan jawaban-jawaban sendiri atas permasalahannya.
  • Optimalisasi. Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya memastikan jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan dalam aksi nyata sehingga potensi coachee berkembang.

Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab itu peran seorang coach (pendidik) adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.

Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini, coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program merdeka belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.

Masih terkait dengan kemerdekaan belajar, proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam  dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya.

Murid kita di sekolah tentunya memiliki potensi yang berbeda-beda dan menunggu untuk dikembangkan. Pengembangan potensi  inilah yang menjadi tugas seorang guru. Apakah pengembangan diri anak ini cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang guru. Pengembangan diri anak dapat dimaksimalkan dengan proses coaching.

Coaching, sebagaimana telah dijelaskan pengertiannya dari awal memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. JIka proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi.

Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching.  Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi. Berkomunikasi seperti apakah yang perlu seorang coach miliki akan dibahas pada bagian selanjutnya dalam modul coaching ini. Selain keterampilan berkomunikasi, beberapa keterampilan dasar perlu dimiliki oleh seorang coach. International Coach Federation (ICF) memberikan acuan mengenai empat kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu:

  • keterampilan membangun dasar proses coaching
  • keterampilan membangun hubungan baik
  • keterampilan berkomunikasi
  • keterampilan memfasilitasi pembelajaran

Empat keterampilan dasar seorang coach seharusnya dapat dimiliki oleh guru ketika memerankan diri sebagai coach.

Dari keempat keterampilan tersebut, keterampilan yang sudah saya kuasai yaitu keterampilan membangun hubungan baik dan keterampilan berkomunikasi. Sementara keterampilan yang perlu saya asah agar dapat menjalankan coaching dengan baik yaitu keterampilan membangun dasar proses coaching dan keterampilan memfasilitasi pembelajaran. Kendala yang ditemui ketika berupaya meningkatkan keterampilan tersebut adalah belum memahami cara membangun dasar proses coaching, masih belum bisa memfasilitasi pembelajaran secara maksimal, karena biasanya lebih banyak mengajari daripada membantu untuk belajar. Selain itu, sugesti negatif yang dimiliki sebagian besar peserta didik bahwa matematika itu adalah pelajaran yang sangat sulit.

Dari video burung hantu yang membantu sang kancil menyeberang sungai, burung hantu terlebih dahulu membantu sang kancil merefleksi apa saja yang sudah ia lakukan untuk mencapai tujuannya. Ia juga membantu sang kancil untuk menggali potensi yang dimiliki sang kancil. Burung hantu menanggapi pernyataan sang kancil tentang ketidakmampuannya dengan menanyakan kemampuan apa yang dimiliki sang kancil dan bagaimana menerapkannya hingga sang kancil menyadari potensi yang dimilikinya dan berhasil menerapkan potensi yang dimilikinya. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan burung hantu untuk membantu sang kancil adalah sebagai berikut:

  • Apa yang bisa saya bantu?
  • Apa yang telah Anda coba sejauh ini?
  • Bisakah Anda datang ke sungai? Apa yang kamu lihat? Apa yang Anda lihat dalam refleksi itu? Siapa yang kamu lihat?
  • Apakah kamu tidak bisa melakukan apa yang mereka lakukan?
  • Apa yang akan kamu lakukan?
  • Apa kemampuanmu? Tunjukkan bagaimana kamu melakukannya.

Jika saya menjadi sang kancil, tentu akan merasa senang karena sudah merasa dibantu. Selain itu saya juga merasa puas dan lega karena telah mampu melakukannya sendiri dengan potensi yang dimiliki tanpa harus berusaha menjadi seperti orang lain. Jika saya adalah burung hantu dan kancil adalah murid, tentu saya mesti sabar karena mereka tentu sangat membutuhkan bantuan. Mereka membutuhkan arahan dan petunjuk yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Sementara itu dari video pengemudi mobil, diperoleh bahwa Ketika pengemudi mobil berperan sebagai konselor, ia menggali masalah-masalah yang dihadapi oleh seseorang yang bermasalah dalam mengemudi mobil di masa lalu. Ketika menjadi mentor, ia membantu seseorang yang bermasalah dalam mengemudi mobil dengan memberikan tips bagaimana mengemudi dengan aman. Dan Ketika ia menjadi coach, ia membantu seseorang yang bermasalah dalam mengemudi mobil dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali kemampuan orang tersebut dalam memulai mengemudi lagi. Perbedaan antara coaching, mentoring, dan konseling dapat ditinjau dari aspek tujuan, hubungan, dan keahlian. 

Ditinjau dari aspek tujuan, coaching mengarahkan coachee untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan memaksimalkan potensinya. Mentoring membagikan  pengalamannya untuk membantu mentee mengembangkan dirinya. Konseling membantu konseli memecahkan masalahnya. 

Ditinjau dari aspek hubungan, coaching merupakan kemitraan yang setara dan coachee sendiri yang mengambil keputusan. Coach hanya mengarahkan saja, coachee lah yang membuat keputusan sendiri. Mentoring merupakan hubungan antara seseorang yang berpengalaman dan yang kurang berpengalaman. Mentor langsung memberikan tips bagaimana menyelesaikan suatu masalah atau mencapai sesuatu. Konseling merupakan hubungan antara seorang ahli dan seseorang yang membutuhkan bantuannya. Konselor bisa saja langsung memberi solusi.

Ditinjau dari aspek keahlian, coach bisa saja seseorang yang ahli, guru, teman  atau rekan kerja. Mentor adalah seseorang yang berpengalaman dalam bidangnya. Konselor adalah seseorang yang ahli  dalam bidangnya.

Guru berperan sebagai konselor pada saat ingin mengetahui masalah yang sedang dihadapi oleh peserta didik. Ini dilakukan dengan cara menggali masalah-masalah yang dihadapi peserta didik di masa lalu. Guru berperan sebagai mentor ketika ingin membagi pengalamannya kepada peserta didik untuk membantu mereka mengembangkan dirinya. Ini dilakukan dengan cara memberikan tips bagaimana menyelesaikan suatu masalah atau mencapai sesuatu. Guru berperan sebagai coach ketika ingin mengarahkan peserta didik untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan memaksimalkan potensinya. Ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali kemampuan peserta didik hingga mereka membuat keputusan sendiri. Untuk mendorong potensi murid, peran yang mesti dipilih adalah peran sebagai coach karena coach dapat mengarahkan peserta didik untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan memaksimalkan potensinya. Kendala yang saya alami ketika berperan sebagai seorang coach adalah kadang tidak sabar dalam mengarahkan peserta didik. Sehingga semestinya mereka menyelesaikan masalahnya sendiri dengan memaksimalkan potensi yang mereka miliki, akhirnya saya langsung memberikan solusi atau tips berdasarkan pengalaman yang saya miliki. Padahal ketika saya langsung memberikan solusi, maka otomatis saya tidak menjadi coach melainkan konselor. Begitu pula ketika saya langsung memberikan tips berdasarkan pengalaman yang saya miliki, maka saya pun tidak menjadi coach melainkan mentor. 

Komunikasi merupakan keterampilan dasar coaching. Komunikasi dapat diartikan sebagai proses meneruskan informasi atau pesan dari satu pihak kepihak yang lain dengan menggunakan media kata, tulisan ataupun tanda peraga. Komunikasi dapat terjadi satu arah dan dua arah, dimana ada peran pemberi pesan dan penerima pesan. 4 unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan, yaitu hubungan saling mempercayai, menggunakan data yang benar, bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi, dan rencana tindak lanjut atau aksi.

Komunikasi terdiri dari 4 aspek, yaitu komunikasi asertif, pendengar aktif, bertanya efektif, dan umpan balik positif. Setelah melihat tayangan video tentang gaya komunikasi maka saya berkesimpulan bahwa saya miliki adalah gaya komunikasi asertif karena saya memiliki rasa percaya diri dalam menyatakan pendapat, senantiasa mencari jalan tengah dalam menyelesaikan masalah, berpendapat tapi juga belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan senantiasa mencari pendapat yang terbaik dan tepat untuk menyelesaikan masalah. Langkah-langkah yang perlu dipelajari untuk menjadi komunikator yang asertif adalah cara berkomunikasi yang baik, melatih empati bagi orang lain, dan menumbuhkan rasa percaya diri dalam menyatakan pendapat. Adapun tantangan saya dalam melakukan komunikasi asertif adalah terkadang saya bersikap egois pada saat menyatakan pendapat. Terkadang muncul rasa ingin diterima pendapatnya tanpa memperdulikan pendapat orang lain. Oleh karena itu, saya perlu berusaha melatih empati bagi orang lain agar bisa memahami orang lain sehingga bisa belajar mendengarkan pendapat orang lain.

Dalam usaha membangun keselarasan berkomunikasi, coach juga perlu belajar menyamakan posisi diri pada saat coaching berlangsung. Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach lakukan adalah menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh, menyelaraskan emosi. Setelah mempelajari bagian ini, saya memahami bahwa makna dari membangun sebuah komunikasi asertif dengan murid adalah membangun keselarasan dalam berkomunikasi sehingga murid merasa aman dan nyaman ketika berkomunikasi dengan guru. Dampak yang bisa saya rasakan adalah saya bisa mengetahui tips membangun komunikasi asertif dengan murid, yaitu menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh, dan menyelaraskan emosi. Dengan demikian saya merasa terobsesi untuk mencoba ketiga tips ini ketika berkomunikasi dengan murid. 

Kadang orang merasa bahwa ia sudah memahami apa yang dikatakan orang lain, padahal ia bahkan mungkin belum memikirkan apa yang sudah ia dengar. Untuk memahami dengan baik apa yang kita dengar, tentu terlebih dahulu kita harus pikirkan apa yang kita dengar. Setelah menonton video mendengarkan aktif, saya bisa menyimpulkan bahwa mendengarkan berarti proses mendengar yang dilakukan secara sadar, penuh perhatian, dan penuh konsentrasi. Hambatan yang dapat membuat saya tidak mendengarkan secara aktif adalah adanya suara lain atau ada hal lain yang sedang dipikirkan sehingga saya menjadi tidak konsentrasi pada saat mendengar apa yang orang lain sampaikan. Untuk menghilangkan hambatan tersebut, saya akan mengajak lawan bicara untuk berbincang di tempat yang tenang tanpa gangguan suara yang lain, mengesampingkan urusan lain yang sedang dipikirkan untuk memberikan perhatian penuh pada lawan bicara. Ada 5 Teknik mendengarkan aktif, yaitu memberikan perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan pesan, tunjukkan bahwa kita mendengarkan, menanggapi perasaan dengan tepat, Parafrase, dan bertanya.

Bertanya pada coaching merupakan kemampuan bertanya dengan tujuan tertentu. Bukan sekedar jawaban singkat yang diharapkan, namun pertanyaan yang diberikan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri. 

TIRTA dikembangkan dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya. 

Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching.  Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah. TIRTA kepanjangan dari Tujuan. Identifikasi, Rencana aksi, dan Tanggung jawab.

Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.

Tugas guru adalah menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat potensi murid Anda. Bagaimana cara Anda menjaga agar dapat menyingkirkan sumbatan yang ada? Jawabannya adalah keterampilan coaching.

Dari semua langkah dalam model TIRTA, langkah yang paling menantang adalah Tanggung jawab. Menurut saya, langkah ini cukup menantang karena dari aksi yang telah direncanakan masih dibutuhkan komitmen yang kuat untuk melaksanakan rencana aksi termasuk memilih orang yang dapat membantu menjalankan komitmen tersebut. Kendala yang mungkin dihadapi ketika menggunakan langkah-langkah dalam model TIRTA ketika berupaya melakukan sesi coaching dengan murid di sekolah adalah murid masih tidak percaya diri dan tidak memiliki keterbukaan dalam menyampaikan pendapat.


Share:

0 comments:

Post a Comment

Komentar Terbaru

Translate

Followers

Guru Itung. Powered by Blogger.

Contact Form

Name

Email *

Message *