Kunjungi Channel YouTube kami di "Guru Itung" Channel

Halaman

Saturday, October 16, 2021

Rencana Program Sekolah Berdampak pada Murid: Sanpang Sannang Sauki

Oleh: Jamaluddin Tahuddin


Sanpang, Sannang, Sauki merupakan akronim dari Satu Anak Satu Teripang, Satu Anak Satu Karang, dan Satu Anak Satu Kima. Dalam bahasa Makassar Sanpang berarti sampan atau perahu, Sannang berarti tenang, dan Sauki berarti kita merasa puas atau lega. Sampan melambangkan kesederhanaan dan membutuhkan keseimbangan antara sisi kiri dan kanan dalam berlayar mengarungi lautan. Kita tidak perlu kemewahan untuk menjadikan hidup bermakna bagi sesama dan tetap menjaga keseimbangan alam. Sampan yang tenang dalam berlayar akan membuat penumpangnya selamat sehingga mereka puas atau lega.
Teripang, terumbu karang, dan kima merupakan spesies yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan sangat menggiurkan bagi para pelaku ekonomi. Permintaan teripang didominasi dari Hongkong, Taiwan, dan Korea. Sementara permintaan koral atau batu karang biasanya untuk akuarium hias baik di Indonesia maupun untuk dijual ke negara lain. Sementara untuk kima tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan ke luar negeri. Sekalipun demikian, spesies yang satu ini masih bisa dikonsumsi di dalam negeri, sehingga permintaan kima di pasar masih tetap ada sekalipun dengan harga yang relatif tinggi disebabkan populasinya yang semakin berkurang bahkan terancam punah.
Permintaan batu karang dan kima kian hari kian bertambah dengan nilai jual yang cukup fantastis. Hal ini membuat oknum-oknum tak bertanggung jawab tak segan merusak terumbu karang dan memperdagangkan kima sekalipun harus melanggar. Akibatnya, sebagian besar terumbu karang rusak sehingga nelayan semakin sulit mendapatkan ikan serta semakin mengancam punahnya populasi kima.
Ancaman punahnya teripang dan kima tidak lepas dari pola pikir sebagian besar nelayan yang hanya menangkap teripang dan kima lalu menjualnya tanpa memikirkan untuk dibudidayakan ataupun diolah sebelum dijual. Padahal mereka bisa membudidayakan ataupun mengolahnya terlebih dahulu agar bisa menambah nilai jualnya.
Oleh karena itulah, melalui program 3S (Sanpang, Sannang, Sauki) siswa dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran di sekolah dalam pengolahan teripang, transplantasi karang, dan budidaya kima. Salah satu tujuan program ini adalah untuk membekali Life Skill bagi siswa sehingga menjadi bekal bagi mereka saat dewasa kelak.
Perencanaan program ini tidak lepas dari manajemen BAGJA, sebagai salah satu model manajemen perubahan. BAGJA merupakan akronim dari Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi. Rencana ini dimulai dari membuat pertanyaan "Bagaimana melaksanakan program sekolah yang berdampak pada murid melalui program Sanpang (Satu Anak Satu Teripang), Sannang (Satu Anak Satu Karang), Sauki (Satu Anak Satu Kima)?". Sebagai bahan pelajaran, kami mengambil pelajaran dari pengalaman siswa yang telah mengunjungi tempat budi daya kima pertama di Indonesia dan mendapatkan pelajaran tentang cara budi daya kima oleh salah seorang pengelola Hatchery UNHAS yang ada di pulau Barrang Lompo. Selain itu, siswa angkatan sebelumnya juga telah melaksanakan kegiatan transplantasi karang dan beberapa siswa sudah biasa membantu orang tuanya mengolah teripang. Kami berharap melalui program ini, siswa memiliki karakter peduli dan bangga pada lingkungannya, serta memiliki kemampuan literasi dan numerasi. Anak-anak tumbuh  dengan karakter, literasi, dan numerasi  untuk dapat mengambil keputusan sebagai pemimpin di masa depan.
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan pada pelaksanaan program ini adalah sebagai berikut:
  1. Guru mengorganisasikan siswa dalam beberapa kelompok 
  2. Guru memberikan tugas proyek berupa pengolahan teripang, transplantasi karang, dan budi daya kima.
  3. Siswa memilih tugas proyek yang diminati dan mampu mereka lakukan.
  4. Siswa mencari informasi tentang pengolahan teripang, transplantasi karang, dan budi daya kima baik melalui internet, buku, maupun masyarakat sekitar.
  5. Siswa secara berkelompok melaksanakan proyek pengolahan teripang, transplantasi karang, dan budi daya kima.
Kolaborasi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan sebuah program. Untuk itu, kami perlu mengatur eksekusi terlebih dahulu. Dalam hal ini, kepala sekolah sebagai penanggung jawab dan para guru sebagai pengarah. Sementara siswa ada yang berperan sebagai Ketua, Sekretaris, Bendahara, Koordinator Perlengkapan, Konsumsi, Dokumentasi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Program ini bukan tanpa risiko, tapi risiko juga tidak bisa dijadikan penghalang untuk melaksanakannya. Kemampuan mengidentifikasi risiko lebih awal justru bisa membuat kita dapat mengatur langkah yang tepat untuk menangani dan meminimalkan risiko yang bisa terjadi. Adapun risiko yang dapat terjadi dari pelaksanaan program ini dan strategi manajemennya adalah sebagai berikut:
  • Miskomunikasi dengan kepala sekolah dan rekan sejawat. Solusinya adalah menjalin komunikasi efektif dengan kepala sekolah dan rekan sejawat.
  • Program ini membutuhkan biaya yang tentunya tidak sedikit. Risiko ini dapat diminimalkan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk mengurangi pengeluaran.
  • Pelaksanaan tiba-tiba berubah karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan, sehingga perlu kiranya memaksimalkan pelaksanaan sesuai rencana.
  • Siswa bisa saja melanggar aturan yang berlaku di tempat budi daya kima. Untuk itu, guru perlu  menjelaskan dengan baik aturan yang harus dipatuhi siswa.
  • Pada pelaksanaan program ini dapat memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja yang bisa berdampak pada reputasi sekolah. Oleh karena itu, kami akan membentuk tim penolong dari unsur guru dan masyarakat untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan.

Sanpang Sannang Sauki by Jamaluddin Tahuddin
Share:

Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

Oleh: Jamaluddin Tahuddin

Tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, guru penggerak memegang peranan penting yaitu menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, dan mewujudkan kepemimpinan murid. 

Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru penggerak hendaknya memiliki visi yang bisa melahirkan perubahan positif di sekolah. Untuk itu, guru penggerak dituntut mampu mengelola perubahan positif di sekolah dengan menggunakan paradigma Inkuiri Apresiatif (IA) melalui model manajemen perubahan BAGJA sebagai akronim dari Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi. Dalam melakukan perubahan, guru hendaknya merubah paradigma dari berpikir berbasis kekurangan menjadi berpikir berbasis kekuatan. Namun demikian, perubahan positif di sekolah dapat terwujud jika didukung oleh budaya positif yang berlaku di sekolah. Budaya positif ini dapat dimulai dari diri sendiri kemudian dibangun di kelas sebagai komunitas terkecil di sekolah. Budaya positif di kelas dapat dimulai dengan membuat kesepakatan kelas bersama dengan siswa. 

Menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak merupakan salah satu tugas guru sebagai pemimpin pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan belajar murid melalui pembelajaran berdiferensiasi. Kebutuhan belajar murid dapat berupa minat, kesiapan dan profil belajar mereka yang tentunya berbeda untuk setiap anak. Sehingga pembelajaran yang dilakukan mesti disesuaikan dengan minat, pemahaman awal terhadap materi yang baru, maupun gaya belajar mereka, apakah auditori, visual, atau kinestetik. Pembelajaran yang dilakukan tentulah tidak cukup hanya dengan peningkatan aspek kognitif dan keterampilan saja. Perlu dibarengi dengan peningkatan kompetensi sosial dan emosional melalui pembelajaran sosial emosional. Siswa juga mesti dilatih mengenali emosi, mengelola emosi dan fokus, empati, berinteraksi sosial, dan mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Dalam hal ini, guru bisa menempatkan diri sebagai coach. Diperlukan teknik coaching yang bisa digunakan guru untuk mengarahkan rekan guru atau siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi melalui optimalisasi potensi positif yang mereka miliki.  

Kegiatan terbimbing yang dilakukan pada materi pengambilan keputusan sangat berkaitan dengan kegiatan Coaching (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator selama proses pembelajaran terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah diambil. Langkah-langkah pengambilan keputusan yang dilakukan secara terbimbing merupakan implementasi dari teknik coaching yang diperoleh pada materi sebelumnya. Langkah-langkah pengambilan keputusan itu mengarahkan kita dalam menggali potensi yang dimiliki berupa nilai-nilai moral dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Berdasarkan nilai-nilai moral yang ada dalam diri, kita dapat mengambil keputusan dengan menggunakan 3 prinsip berpikir yakni berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis aturan, dan berpikir berbasis rasa peduli. Pengambilan keputusan dengan menggunakan langkah-langkah pengujian tentu sangatlah efektif. Kalaupun dalam pengambilan keputusan itu masih ada sejumlah pertanyaan dalam diri, maka kita bisa merefleksi kembali melalui arahan yang menggunakan teknik coaching. Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Pengambilan keputusan yang tepat tentunya melalui tahapan berpikir dan pengujian benar atau salah sehingga dampak negatif bisa diminimalkan bahkan ditiadakan. Dampak positif yang dihasilkan dapat mewujudkan lingkungan yang positif pula. Lingkungan yang positif tentu akan menciptakan suasana yang kondusif, aman dan nyaman. Guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya berhati-hati dalam mengambil keputusan. Pemimpin pembelajaran harus memperhatikan paradigma yang berkembang dan prinsip berpikir yang digunakan dalam mengambil keputusan karena keputusan yang diambil seorang pemimpin pembelajaran sangat berpengaruh dalam pembelajaran dan masa depan murid. Filosofi pratap triloka KHD dapat menjiwai setiap keputusan yang diambil oleh pemimpin pembelajaran sehingga menjadikan dirinya sebagai coach yang baik bagi murid-muridnya.

Guru sebagai pemimpin pembelajaran juga diharapkan bisa merubah paradigma dari berpikir berbasis masalah menjadi berpikir berbasis aset. Diawali dengan melakukan indentifikasi aset atau modal yang dimiliki sekolah. Aset atau modal tersebut terdiri dari modal manusia, sosial, fisik, lingkungan, finansial, politik, agama dan budaya. Pemimpin pembelajaran hendaknya bisa mengelola aset atau sumber daya yang dimiliki untuk pengembangan sekolah. Sehubungan dengan hal itu, guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat memanfaatkan dan mengelola aset yang dimiliki untuk pembelajaran di kelas, pengembangan sekolah, dan pelibatan masyarakat sekitar sekolah. Pengelolaan sumber daya yang tepat akan membantu proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas. Sebagai contoh, sekolah yang memiliki modal manusia berupa siswa yang umumnya pintar berenang apabila dikelola secara tepat melalui latihan renang secara rutin sesuai aturan pertandingan maka sekolah tersebut berpeluang melahirkan atlet renang yang bisa mengukir prestasi.

Peran pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya tentunya sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang mengatakan bahwa maksud pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat. Dalam hal ini pemimpin pembelajaran ketika mengelola sumber daya tentunya menggunakan paradigma berpikir berbasis aset termasuk di dalamnya kekuatan kodrat yang dimiliki anak-anak. Paradigma berpikir berbasis aset sama halnya dengan paradigma Inkuiri Apresiatif yang menggunakan pendekatan kolaboratif dalam melakukan perubahan yang berbasis kekuatan. Paradigma Inkuiri Apresiatif diimplementasikan dalam model manajemen perubahan yang bernama BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi). Pengelolaan sumber daya itu sendiri tidak lepas dari tujuan agar peserta didik dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dengan mengetahui aset yang dimiliki melalui proses identifikasi, guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat mendiferensiasi pembelajaran dan mengambil keputusan secara bertanggung jawab sesuai dengan aset atau modal yang dimiliki.

Pengelolaan sumber daya untuk program yang berdampak pada murid dapat berupa program sekolah yang berfokus pada kepemimpinan murid maupun kepemimpinan kepala sekolah yang inovatif. Program Sekolah yang berfokus pada kepemimpinan murid, seperti program Adiwiyata, program sekolah alam, serta program yang melibatkan peran serta masyarakat. Pada program yang berdampak murid, murid menjadi agen perubahan dalam mengubah lingkungan sekolah seperti kelas, halaman belakang sekolah, dan perpustakaan menjadi lingkungan yang mereka sukai. Sehingga mereka merasa nyaman di lingkungan sekolah karena sudah sesuai dengan lingkungan yang mereka sukai.

Program yang berdampak pada murid adalah program yang meningkatkan keberpihakan pada murid. Dalam hal ini murid mengambil peran aktif dalam pendidikan mereka dan mengembangkan keterampilan positif dalam proses tersebut. Program yang berdampak pada murid dapat menguatkan yang sudah ada (spirit), mendorong kebermaknaan (komitmen), dan mengimplementasikan kepemimpinan murid (kontekstual). Adapun tahap pelaksanaan program yang berdampak pada murid terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam tahap perencanaan,, kita dapat menggunakan 5 tahapan BAGJA, yaitu Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi. Selain itu, kita juga sebaiknya mempertimbangkan 7 aset/ modal utama yang dimiliki sekolah yang terdiri dari modal manusia, sosial, fisik, lingkungan/ alam, finansial, politik, agama dan budaya. Namun demikian, kita juga tidak boleh mengabaikan risiko yang mungkin bisa muncul pada saat pelaksanaan program yang terdiri dari risiko strategis, keuangan, operasional, pemenuhan, dan reputasi. Risiko strategis merupakan risiko yang berpengaruh terhadap kemampuan organisasi mencapai tujuan. Risiko Keuangan merupakan risiko yang mungkin akan berakibat berkurangnya aset. Risiko operasional merupakan risiko yang berdampak pada kelangsungan proses manajemen. Risiko pemenuhan merupakan risiko yang berdampak pada kemampuan proses dan prosedural internal untuk memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku. Sedang risiko reputasi merupakan risiko yang berdampak pada reputasi dan merek lembaga. Tahapan manajemen risiko terdiri dari identifikasi jenis risiko, pengukuran risiko, melakukan strategi dalam pengendalian risiko, melakukan evaluasi terus-menerus, maju dan berkelanjutan. Untuk mengetahui progres pelaksanaan program, kita juga dapat menggunakan 12 pedoman MELR (Monitoring, Evaluation, Learning, dan Reporting) sebagai alat bantu.

Program sekolah yang berorientasi pada kepemimpinan murid dapat melahirkan dan menumbuhkembangkan budaya kepemimpinan, sikap kolaboratif, rasa tanggung jawab, sikap peduli, dan rasa percaya diri dalam diri murid. Selain menumbuhkan sikap positif, student leadership dapat menumbuhkan keterampilan berkomunikasi dan memiliki keterampilan manajerial yang dapat dimanfaatkan untuk komunitas yang lebih luas di masa yang akan datang.


Share:

Komentar Terbaru

Translate

Followers

Guru Itung. Powered by Blogger.

Contact Form

Name

Email *

Message *