Kunjungi Channel YouTube kami di "Guru Itung" Channel

Halaman

Wednesday, April 28, 2021

Implementasi Pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam Pembelajaran menuju Merdeka Belajar

Oleh: Jamaluddin Tahuddin

Pendidikan dan pengajaran merupakan dua sisi yang tak terpisahkan. Sekalipun dalam kenyataannya, pendidikan kadang terlupakan. Target kurikulum yang segudang terkadang memaksa guru untuk hanya fokus pada pencapaian target kurikulum semata. Guru hanya berusaha menyelesaikan materi yang tersusun rapi dalam silabus dan tertulis rinci dalam RPP. Sehingga pembelajaran menjadi kaya akan Transfer of Knowledge, tetapi miskin akan Transfer of Value. Akhirnya peserta didik berlomba memacu diri untuk mencapai nilai ketuntasan minimal yang tertuang dalam buku analisis KKM sang guru bak kitab suci yang tak tergugat lagi. Kompetisi antar peserta didik pun tak terelakkan, mereka saling berlomba untuk menjadi yang terbaik dengan mendapatkan nilai yang setinggi-tingginya. Mereka tak lagi merasakan kebahagiaan dalam belajar karena selalu dihantui perasaaan takut. Takut dengan nilai rendah, takut tinggal kelas ataupun takut tidak lulus. Sifat individual pun bermunculan, semangat kerjasama mulai memudar, dan akhirnya timbul keinginan untuk pintar sendiri ataupun berhasil sendiri.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara membuka ruang berpikir serta mengetuk pintu hati setiap guru untuk senantiasa mensinergikan antara pendidikan dan pengajaran. Pendidikan sangat berperan dalam proses transfer of value, sedangkan pengajaran berperan dalam proses transfer of knowledge. Penanaman nilai-nilai budi pekerti yang luhur dapat terwujud melalui pendidikan dengan mengutamakan fungsi guru sebagai model atau figur keteladanan. Peserta didik dituntun sesuai kodratnya masing-masing agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Pendidikan harus membuat siswa berdaya dan mampu memberdayakan orang lain. Sehingga siswa mampu mandiri dan tidak tergantung orang lain. Dalam hal ini, guru dituntut agar bisa menciptakan sebuah lingkungan belajar yang baik. Untuk itu, guru harus menata, mengolah, memelihara lingkungan belajar agar layak untuk digunakan belajar. Lingkungan belajar yang baik tidak lepas dari peran serta warga sekolah. Mereka harus terlibat dalam mewujudkan lingkungan belajar yang layak bagi tumbuh kembangnya anak sesuai kodratnya. Dalam hal ini, guru hendaknya hadir di tengah-tengah warga sekolah dengan mengemban tiga konsep kepemimpinan Ki Hajar Dewantara. Guru hendaknya bisa memberikan teladan,  mampu berkerja sama dan memotivasi warga sekolah, serta memberikan dorongan moral kepada mereka.  

Pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru hendaknya berpusat pada siswa. Siswa hendaknya terlibat bukan hanya pada saat pelaksanaan pembelajaran, melainkan juga dilibatkan pada saat perencanaan pembelajaran. Hal ini dilakukan agar pembelajaran betul-betul bisa terlaksana sesuai kodrat anak. Tidak hanya itu, pembelajaran yang dilakukan guru hendaknya bisa menuntun mereka dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, permainan bisa menjadi salah satu bagian dalam pembelajaran karena bermain adalah kodrat anak. Permainan dapat membangkitkan pikiran, perasaan, kemauan, dan tenaga (Cipta, Karsa, Karya, dan Pekerti) yang sudah ada pada diri anak. Dengan demikian, siswa bisa belajar dengan penuh kebahagiaan tanpa ada rasa takut maupun merasa tertekan.

Langkah konkret yang bisa dilakukan oleh seorang guru dalam mewujudkan “Merdeka Belajar” adalah sebagai berikut:

  1. Mengubah pembelajaran satu arah yang hanya melibatkan guru dan peserta didik menjadi pembelajaran yang interaktif dengan melibatkan guru, peserta didik, masyarakat, lingkungan alam, dan sumber/ media lainnya.
  2. Mengubah pembelajaran yang terkesan tertutup dan terisolasi oleh dinding-dinding kelas yang kaku lagi pengap menjadi pembelajaran secara jejaring, yakni menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet.
  3. Mengubah pembelajaran yang masih mengandalkan spidol dan papan tulis saja menjadi pembelajaran berbasis multimedia.
  4. Mengubah pembelajaran pasif yang hanya memungkinkan siswa untuk datang, duduk, diam, dengar lalu pulang menjadi pembelajaran kritis melalui pembelajaran berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skill) serta pembelajaran aktif yang memungkinkan siswa aktif mencari melalui pendekatan saintifik.
  5. Mengubah pembelajaran dengan pola belajar sendiri menjadi pola belajar kelompok (berbasis tim).
  6. Mengembangkan pembelajaran dalam upaya pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik.
  7. Mengubah pembelajaran yang hanya melibatkan satu disiplin ilmu saja (monodiscipline) menjadi pembelajaran yang bisa melibatkan banyak disiplin ilmu (multidisciplines).


Share:

Sunday, April 25, 2021

Catatan Akhir Pekan Guru Penggerak Part 2: Kolaborasi di Dunia Maya

Oleh: Jamaluddin Tahuddin

Pada minggu ke-2, kami berdiskusi dalam kelompok yang terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok 1 dan 2 yang tergabung dalam kelas B. Setiap kelompok terdiri dari 5 orang yang terdiri dari 1 orang PP dan 4 orang CGP. Diskusi yang dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Gmeet ini sedianya dimulai pukul 13.15 sampai dengan 14.45 Wib, akan tetapi karena ada kendala jaringan sehingga diskusi baru bisa dimulai pada pukul 14.00 Wib.

Awalnya kedua kelompok bergabung dalam satu ruang meeting lalu mendengarkan arahan dari fasilitator terkait kegiatan yang akan dilakukan pada materi 1.1.a.5. Setelah itu, fasilitator memisahkan kedua kelompok ke dalam dua ruang meeting dengan membagikan link meeting untuk masing-masing kelompok. Masing-masing CGP kemudian bergabung ke dalam ruang meeting kelompok kecil dan memulai diskusi dengan dipandu oleh moderator yang telah ditunjuk oleh fasilitator. Dalam hal ini, untuk kelompok 2 dipandu oleh Ibu Efidwisma. 

Pada saat diskusi berlangsung, suara kelompok lain yang tengah berdiskusi kedengaran ke ruang meeting kelompok kami begitupun sebaliknya sehingga mengganggu jalannya diskusi. Ini disebabkan karena ternyata para peserta belum keluar dari kelompok besar sehingga saat berbicara pasti akan kedengaran ke ruang lain. Setelah semua peserta keluar dari kelompok besar, barulah diskusi berjalan dengan lancar tanpa terganggu lagi dengan suara dari kelompok lain. Masing-masing kelompok mendiskusikan hal-hal positif yang telah dipelajari dari pemikiran KHD yang juga dilihat pada budaya di daerah Sulawesi Selatan khususnya di kota Makassar. Lalu menyepakati satu hal positif dari pemikiran KHD yang akan diterapkan di kelas/ sekolah. 

Seperti halnya kelompok lain, kelompok kami juga mulai berdiskusi dan saling bertukar pikiran terkait hal-hal positif yang telah dipelajari dari pemikiran KHD dalam kaitannya dengan budaya di Sulawesi Selatan. Hanya saja, terjadi kesalahpahaman di kelompok kami saat ingin menuliskan hasil diskusi. Kami mengira bahwa materi 1.1.a.5 (hal-hal positif yang telah dipelajari dari pemikiran KHD dalam kaitannya dengan budaya daerah) hanya didiskusikan saja sebagai pengantar untuk mengerjakan tugas pada materi 1.1.a.5.1 (profil pelajar Pancasila). Kami juga mengira bahwa tugas yang akan diplenokan nanti di ruang meeting kelompok besar adalah tugas pada materi 1.1.a.5.1, sehingga kami tidak menuliskan hasil diskusi materi 1.1.a.5, melainkan hanya mengerjakan tugas pada materi 1.1.a.5.1. Kami baru menyadari setelah kelompok 1 mempresentasikan hasil diskusinya dan diperjelas oleh fasilitator bahwa tugas materi 1.1.a.5 diupload hari itu juga setelah diskusi paling lambat pukul 23.59 Wib. Sementara untuk tugas materi 1.1.a.5.1 tidak didiskusikan, tetapi langsung diupload paling lambat tanggal 27 April 2021.

Tanpa berpikir panjang, kami langsung berkoordinasi melalui WA dan menyarankan ke Ibu Adriani sebagai notulen pada saat diskusi sekaligus sebagai presenter dari kelompok kami untuk menyampaikan hasil diskusi materi 1.1.a.5 terkait hal-hal positif yang telah dipelajari dari pemikiran KHD dalam kaitannya dengan budaya Sulawesi Selatan serta hal positif yang dipilih oleh kelompok kami. 

Setelah kegiatan diskusi materi 1.1.a.5 yang berlangsung selama kurang lebih 90 menit berakhir, kami berempat kembali menjadwalkan pertemuan secara internal melalui Gmeet untuk menuntaskan tugas 1.1.a.5 hari itu juga pukul 21.00 hingga akhirnya berhasil mengupload tugas tersebut sebelum deadline. Keesokan harinya, kami kembali melanjutkan diskusi kelompok secara internal melalui Gmeet untuk membahas materi 1.1.a.5.1 tentang profil pelajar Pancasila pada pukul 16.00 hingga pukul 17.30. Hanya saja, tugas 1.1.a.5.1 belum bisa langsung diupload karena Alur Kerangka Merdeka Belajar disepakati akan dibuat dalam bentuk infografis sehingga masih membutuhkan waktu untuk membuatnya. Tugas 1.1.a.5.1 baru berhasil terupload pada 22 April 2021.

Senang rasanya bisa berkolaborasi dengan teman-teman CGP dan PP yang hebat-hebat. Banyak ilmu dan pengetahuan baru yang didapatkan dari fasilitator, PP, maupun teman-teman CGP yang lain. Melalui kegiatan diskusi dan bekerja secara berkelompok, saya bisa lebih mudah mendalami filosofi pemikiran KHD karena hal-hal yang tidak saya pahami bisa diperjelas oleh fasilitator, PP atau teman CGP yang lain. Hanya saja sesekali saya agak sedikit merasa bingung saat harus menuliskan pemikiran-pemikiran KHD yang bisa diterapkan di kelas atau sekolah. Betapa tidak, saya harus membaca secara berulang-ulang kata demi kata dalam setiap kalimat pemikiran KHD yang syarat dengan makna. Hal ini membutuhkan energi ekstra dalam memahami setiap kata dari pemikiran KHD apalagi dalam keadaan sedang berpuasa. Hanya saja, format tugas yang tidak terlalu mengikat membuat saya sedikit lega. Beberapa tugas tidak hanya bisa dikerjakan dalam bentuk karya teks, melainkan bisa dalam bentuk verbal ataupun visual.

Setelah mempelajari secara mendalam pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya dapat mengetahui bahwa pendidikan menurut KHD adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat. Jadi, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Guru diibaratkan sebagai seorang petani yang menanam jagung misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya jagung, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman jagung, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya. 

Saya yakin bisa menerapkan pengetahuan dan pengalaman tersebut di atas, karena pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara sangat sejalan dengan kehidupan sosial budaya di daerah saya, yakni Sulawesi Selatan. Anak-anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan yang menjunjung tinggi budaya menghargai orang yang lebih tua melalui budaya "Tabe", menunjukkan bahwa mereka memiliki kodrat yang kuat dalam mengembangkan perilaku positif yang mereka miliki. 

Foto: www.rujukannews.com/16/10/2019/read/berita/news/pendidikan/pudarnya-budaya-tabe-dikalangan-masyarakat.html 

Seorang pendidik harus mengutamakan fungsinya sebagai model atau figur keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Sebagai seorang pendidik, saya mesti mengutamakan fungsi sebagai model atau figur keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Selama ini, saya lebih mengutamakan fungsi sebagai fasilitator atau pengajar ketimbang sebagai model atau figur keteladanan. Padahal menurut KHD budi pekerti, watak, atau karakter yang merupakan perpaduan harmonis antara gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan dapat menimbulkan tenaga/ semangat. Selain itu, selama ini saya juga kurang memperhatikan perbedaan kodrat alam yang dimiliki setiap anak, sehingga terkadang saya ingin memaksakan perubahan pada anak di luar kodratnya. Sehingga kedepannya saya semestinya menuntun anak sesuai kodrat alam mereka. 

Perubahan konkret yang akan saya lakukan setelah memahami pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah pertama-tama mengubah pola pikir saya dari mengajar ke menuntun. Kemudian berusaha memahami karakteristik setiap peserta didik agar saya bisa lebih mudah menuntun mereka sesuai kodrat alam yang dimiliki. Setelah itu, saya akan merancang pembelajaran yang berbasis aktifitas dan pemecahan masalah secara kolaboratif sesama peserta didik. Dalam pelaksanaannya, saya akan menuntun mereka dalam melakukan aktifitas belajar baik di kelas maupun di luar kelas serta mengarahkan untuk memecahkan segala permasalahan secara bersama-sama.


Share:

Thursday, April 22, 2021

Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara sebagai Pengetahuan dan Pengalaman Baru dalam Pembelajaran

Oleh: Jamaluddin Tahuddin

Setelah mempelajari secara mendalam pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya dapat mengetahui bahwa pendidikan menurut KHD adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat. Jadi, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Guru diibaratkan sebagai seorang petani yang menanam jagung misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya jagung, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman jagung, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya. 

Saya yakin bisa menerapkan pengetahuan dan pengalaman tersebut di atas, karena pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara sangat sejalan dengan kehidupan sosial budaya di daerah saya, yakni Sulawesi Selatan. Anak-anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan yang menjunjung tinggi budaya menghargai orang yang lebih tua melalui budaya "Tabe", menunjukkan bahwa mereka memiliki kodrat yang kuat dalam mengembangkan perilaku positif yang mereka miliki. 

Seorang pendidik harus mengutamakan fungsinya sebagai model atau figur keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Sebagai seorang pendidik, saya mesti mengutamakan fungsi sebagai model atau figur keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Selama ini, saya lebih mengutamakan fungsi sebagai fasilitator atau pengajar ketimbang sebagai model atau figur keteladanan. Padahal menurut KHD budi pekerti, watak, atau karakter yang merupakan perpaduan harmonis antara gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan dapat menimbulkan tenaga/ semangat. Selain itu, selama ini saya juga kurang memperhatikan perbedaan kodrat alam yang dimiliki setiap anak, sehingga terkadang saya ingin memaksakan perubahan pada anak di luar kodratnya. Sehingga kedepannya saya semestinya menuntun anak sesuai kodrat alam mereka. 

Perubahan konkret yang akan saya lakukan setelah memahami pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah pertama-tama mengubah pola pikir saya dari mengajar ke menuntun. Kemudian berusaha memahami karakteristik setiap peserta didik agar saya bisa lebih mudah menuntun mereka sesuai kodrat alam yang dimiliki. Setelah itu, saya akan merancang pembelajaran yang berbasis aktifitas dan pemecahan masalah secara kolaboratif sesama peserta didik. Dalam pelaksanaannya, saya akan menuntun mereka dalam melakukan aktifitas belajar baik di kelas maupun di luar kelas serta mengarahkan untuk memecahkan segala permasalahan secara bersama-sama.


Share:

Pemikiran Ki Hajar Dewantara Mengenai Pendidikan dan Pengajaran


Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figur keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun tujuannya adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dengan berbagai ide yang dimiliki dari Ki Hajar Dewantara ada satu konsep yang terlupakan. Ki Hajar pernah melontarkan konsep belajar 3 dinding. Kalau kita mengingat masa lalu ketika masih di bangku sekolah, bentuk ruang kelas kita rata-rata adalah persegi empat. Nah, Ki Hajar menyarankan ruang kelas itu hanya dibangun 3 sisi dinding saja. Ada satu sisi yang terbuka. Konsep ini bukan main-main filosofinya. Dengan ada satu dinding yang terbuka, maka seolah hendak menegaskan tidak ada batas atau jarak antara di dalam kelas dengan realita di luar.

Dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara ada dua hal yang harus dibedakan yaitu, “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain. Adapun menurut beliau pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan mengarah pada memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Jadi jelaslah bahwa manusia yang merdeka adalah manusia yang hidupnya secara lahir dan batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi ia mampu bersandar dan berdiri di atas kakinya sendiri. Artinya sistem pendidikan itu mampu menjadikan setiap individu hidup mandiri dan berpikir sendiri. Sistem pendidikan yang sebenarnya adalah bersifat mengasuh, melindungi, dan meneladani. Maka untuk dapat mencapai ini perlulah ketetapan pikiran dan batin yang akan menentukan kualitas seseorang sehingga rasa mantap tadi dapat tercapai. 

Pemikiran Ki Hajar Dewantara di atas sangat relevan dengan konteks pendidikan Indonesia saat ini dan konteks pendidikan di sekolah secara khusus. Dimana pemikiran tersebut sangat mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional di Indonesia berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003, yakni "Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab." Pola pendidikan dan pengajaran di sekolah yang kadang mengutamakan guru sebagai fasilitator atau pengajar dan melupakan posisi guru sebagai figur keteladanan bisa menghambat pendidikan karakter bagi peserta didik. 

Setelah mempelajari modul ini, saya berharap bisa mengaplikasikan pemikiran-pemikiran KHD di sekolah agar peserta didik bisa merasakan belajar yang sesungguhnya dan merdeka tidak hanya lahiriah saja melainkan batin juga. Selain itu, saya juga bisa mengetahui konsep pemikiran KHD terkait pendidikan yang sangat luar biasa dari modul ini. Dengan menerapkan konsep pemikiran KHD di sekolah, pembelajaran tidak hanya berpusat pada peningkatan kemampuan intelektual peserta didik saja, melainkan pengembangan karakter mereka juga. Dalam belajar, peserta didik tidak hanya di kelas saja, akan tetapi mereka bisa mengembangkan kemampuan mereka sebanyak-banyaknya di luar kelas.


Share:

Tuesday, April 20, 2021

Catatan Akhir Pekan Guru Penggerak Part 1: Teman Baru, Ide Baru

Oleh: Jamaluddin Tahuddin

Program Pendidikan Guru Penggerak ini memberikan kesempatan bagi saya untuk bertemu dengan fasilitator, pendamping, kepala sekolah, dan teman-teman calon guru penggerak hebat yang berasal dari sekolah lain di wilayah kota Makassar. Di antaranya ada yang sudah dikenal, tetapi ada juga yang baru dikenal.

Melalui kegiatan ini, saya mendapatkan berbagai informasi yang baru dari fasilitator, pendamping, kepala sekolah, dan teman-teman calon guru penggerak. Karena kegiatan ini tidak hanya melibatkan fasilitator, pendamping, dan calon guru penggerak, melainkan juga melibatkan para kepala sekolah yang gurunya menjadi peserta kegiatan ini. Para peserta saling berbagi informasi, fasilitator dan pendamping menyampaikan informasi terkait program Pendidikan Guru Penggerak, kepala sekolah berbagi informasi terkait kebijakan kepala sekolah yang bisa menunjang pelaksanaan kegiatan PGP, sementara calon guru penggerak berbagi informasi mengenai pelaksanaan pembelajaran di kelas masing-masing.

Foto bersama PP dan CGP pada kegiatan Lokakarya 0 Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 2 di Hotel Grand Asia Makassar, Sabtu (10/04). (jt)

Awalnya agak sedikit kewalahan dalam mengatur waktu antara kegiatan lain dengan kegiatan PGP. Apalagi kegiatan ini bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Secara praktis, kegiatan PGP tidak memungkinkan dilakukan pada malam hari karena ada shalat tarawih. Sementara pada siang hari juga bertabrakan dengan kegiatan pembelajaran di sekolah dan kegiatan di rumah lainnya. Sehingga saya hanya punya waktu luang untuk buka LMS nanti malam hari, itupun nanti habis shalat tarawih. Akibatnya mengantuk dan jaringan internet pun kadang tidak bersahabat. Jadi, saya membuka LMS setelah sahur atau dilanjutkan setelah shalat subuh.

Foto bersama PP, kepala sekolah, dan CGP pada kegiatan Lokakarya 0 Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 2 di Hotel Grand Asia Makassar, Sabtu (10/4). (jt)

Saya merasa senang selama mengikuti kegiatan Program Guru Penggerak, mulai dari Lokakarya 0, pembukaan, pretest, LMS, menulis refleksi kritis, dan vicon. Karena semuanya dilakukan secara bebas tanpa merasa tertekan. Sekalipun awalnya sempat ada kalimat ancaman berupa sanksi finansial dan sanksi administrasi bagi peserta yang mengundurkan diri dari PGP. Akan tetapi, kalimat ini justru menjadi motivasi bagi saya untuk semakin bersungguh-sungguh mengikuti PGP.

Saat lagi kurang sehat pun, pendamping tetap memberikan motivasi dan perhatian dengan menyarankan untuk beristirahat tanpa harus memikirkan tagihan dulu apalagi merasa terbebani. Beliau juga menyarankan agar saya menjaga kondisi kesehatan sambil mengingatkan bahwa perjalanan PGP ini masih panjang.

Forum Diskusi Refleksi Kritis tentang Pemikiran KHD pada kegiatan Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 2 di Ruang Diskusi Virtual Google, Jumat (16/4). (jt)

Konsep pemikiran KHD membuka cakrawala berpikir bahwa ternyata selama ini saya baru melaksanakan sebagian kecil saja dari konsep pemikiran KHD. Selama ini saya baru menerapkan konsep tiga dinding dari KHD, dimana KHD menyarankan ruang kelas itu hanya dibangun 3 sisi dinding saja. Dengan ada satu dinding yang terbuka, maka seolah hendak menegaskan tidak ada batas atau jarak antara di dalam kelas dengan realita di luar. Dalam penerapannya di kelas, biasanya saya lakukan dengan memberikan tugas proyek yang siswa kerjakan di luar kelas seperti mengukur tinggi menara masjid atau tinggi pohon dengan menggunakan konsep kesebangunan. Pembelajaran seperti ini biasanya saya lakukan dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Selain itu, berbagai model dan pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran sudah mengadopsi beberapa konsep pemikiran KHD. Di antaranya pendekatan saintifik yang dilakukan dengan menggunakan konsep menuntun yang digagas oleh KHD, atau model pembelajaran kooperatif yang menggunakan konsep kolaborasi atau gotong royong dari pemikiran KHD.

CGP mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan riang gembira bersama PP pada kegiatan Lokakarya 0 Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 2 di Hotel Grand Asia Makassar, Sabtu (10/4). (jt) 

Akan tetapi masih ada pemikiran KHD yang belum terejawantahkan dalam pembelajaran di kelas. Di antaranya konsep kodrat alam dan kodrat zaman, dimana realisasi pembelajaran di kelas seringkali menyamaratakan kondisi maupun kemampuan peserta didik. Sehingga konsep menuntun KHD tidak terlaksana secara maksimal dikarenakan terkadang harus memaksakan semua peserta didik memiliki kemampuan yang sama, sementara mereka memiliki kodrat alam maupun kodrat zaman yang berbeda. Sebagai contoh, ada peserta didik yang gaya belajarnya auditori (pendengaran), ada yang visual (penglihatan), dan ada juga yang kinestetik (gerak). Tetapi dalam pembelajaran di kelas, seringkali guru hanya menjelaskan dengan menggunakan satu metode saja, sebut saja metode demonstrasi. Akibatnya anak yang gaya belajarnya kinestetik (gerak) menjadi bosan belajar di kelas, sehingga mereka kerjanya hanya keluar-masuk kelas saja.

Foto bersama PP dan CGP kelas B grup 2 pada kegiatan Lokakarya 0 Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 2 di Hotel Grand Asia Makassar, Sabtu (10/04). (jt)

Dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara ada dua hal yang harus dibedakan yaitu, “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergi satu sama lain. Adapun menurut beliau pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan mengarah pada memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Dengan kata lain, pengajaran lebih pada transfer of knowledge atau mentransfer pengetahuan, sedangkan pendidikan lebih pada pengembangan karakter anak. Guru lebih sering hanya bertindak sebagai pengajar saja dan melupakan fungsinya sebagai pendidik. Sehingga guru hanya mengejar target kurikulum tanpa mempedulikan nilai-nilai karakter yang mesti dikembangkan pada diri peserta didik. Sehubungan dengan hal itu, guru kadang hanya berfokus pada fungsinya sebagai fasilitator atau pengajar dan melupakan fungsinya sebagai model atau figur keteladanan. Padahal dalam konsep pemikiran KHD mestinya yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figur keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar.

Akib, Kepala UPT SPF SMPN 28 Makassar menyampaikan pernyataan siap mendukung program PGP didampingi CGP pada kegiatan Lokakarya 0 Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 2 di Hotel Grand Asia Makassar, Sabtu (10/04). (jt)

Setelah mengetahui konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara melalui PGP pada minggu pertama, nantinya saya akan mengutamakan fungsi saya sebagai model atau figur keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Karena hal ini merupakan hal yang pertama dilakukan seorang guru dalam mewujudkan peserta didik yang berkarakter.

Pembelajaran nantinya juga dilakukan dengan cara menuntun peserta didik sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya. Dalam hal ini, pembelajaran dilakukan dengan cara menuntun anak sesuai dengan keadaan dan kemampuan mereka. Pembelajaran di kelas akan mengkombinasikan antara metode ceramah, demonstrasi, dan praktik agar bisa diikuti oleh seluruh siswa baik yang memiliki gaya belajar auditori, visual, maupun kinestetik.

Kelas H, terdiri dari kepala sekolah, PP, dan CGP pada kegiatan Lokakarya 0 Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 2 di Hotel Grand Asia Makassar, Sabtu (10/04). (jt)

Saya juga akan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk menambah pengetahuan mereka dimana saja, kapan saja, dan dari mana saja. Ini saya akan lakukan melalui pembelajaran dengan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Proyek. Pada pembelajaran ini, peserta didik akan mengerjakan proyek secara berkelompok. Proyek yang akan mereka kerjakan tentunya berkaitan dengan pengetahuan awal yang mereka telah dapatkan di kelas. Dengan demikian, mereka akan memahami arti dan makna dari apa yang mereka pelajari di kelas karena melalui kegiatan ini mereka akan langsung menerapkan pengetahuan mereka dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Melalui kegiatan belajar secara berkelompok, saya ingin menanamkan semangat gotong royong dengan menerapkan slogan pintar sendiri itu biasa, tapi pintar bersama itu luar biasa. 


Share:

Saturday, April 3, 2021

Cara Menentukan Volume Limas dengan Menggunakan Contoh Soal AKM

Oleh: Jamaluddin Tahuddin

Video pembelajaran ini membahas mengenai cara menentukan rumus volume limas dan cara menyelesaikan soal AKM yang berkaitan dengan volume limas. Berangkat dari enam buah limas yang bisa terbentuk dari sebuah kubus hingga diperoleh bahwa volume limas merupakan volume kubus dibagi dengan enam. Dari sinilah diperoleh bahwa rumus volume limas.

Materi ini juga dilengkapi dengan contoh soal yang kontekstual sehingga peserta didik bisa lebih memahami sekaligus mengetahui manfaat mempelajari materi volume limas.

Share:

Komentar Terbaru

Translate

Followers

Guru Itung. Powered by Blogger.

Contact Form

Name

Email *

Message *