Pada minggu ke-2, kami berdiskusi dalam kelompok yang terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok 1 dan 2 yang tergabung dalam kelas B. Setiap kelompok terdiri dari 5 orang yang terdiri dari 1 orang PP dan 4 orang CGP. Diskusi yang dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Gmeet ini sedianya dimulai pukul 13.15 sampai dengan 14.45 Wib, akan tetapi karena ada kendala jaringan sehingga diskusi baru bisa dimulai pada pukul 14.00 Wib.
Awalnya kedua kelompok bergabung dalam satu ruang meeting lalu mendengarkan arahan dari fasilitator terkait kegiatan yang akan dilakukan pada materi 1.1.a.5. Setelah itu, fasilitator memisahkan kedua kelompok ke dalam dua ruang meeting dengan membagikan link meeting untuk masing-masing kelompok. Masing-masing CGP kemudian bergabung ke dalam ruang meeting kelompok kecil dan memulai diskusi dengan dipandu oleh moderator yang telah ditunjuk oleh fasilitator. Dalam hal ini, untuk kelompok 2 dipandu oleh Ibu Efidwisma.
Pada saat diskusi berlangsung, suara kelompok lain yang tengah berdiskusi kedengaran ke ruang meeting kelompok kami begitupun sebaliknya sehingga mengganggu jalannya diskusi. Ini disebabkan karena ternyata para peserta belum keluar dari kelompok besar sehingga saat berbicara pasti akan kedengaran ke ruang lain. Setelah semua peserta keluar dari kelompok besar, barulah diskusi berjalan dengan lancar tanpa terganggu lagi dengan suara dari kelompok lain. Masing-masing kelompok mendiskusikan hal-hal positif yang telah dipelajari dari pemikiran KHD yang juga dilihat pada budaya di daerah Sulawesi Selatan khususnya di kota Makassar. Lalu menyepakati satu hal positif dari pemikiran KHD yang akan diterapkan di kelas/ sekolah.
Seperti halnya kelompok lain, kelompok kami juga mulai berdiskusi dan saling bertukar pikiran terkait hal-hal positif yang telah dipelajari dari pemikiran KHD dalam kaitannya dengan budaya di Sulawesi Selatan. Hanya saja, terjadi kesalahpahaman di kelompok kami saat ingin menuliskan hasil diskusi. Kami mengira bahwa materi 1.1.a.5 (hal-hal positif yang telah dipelajari dari pemikiran KHD dalam kaitannya dengan budaya daerah) hanya didiskusikan saja sebagai pengantar untuk mengerjakan tugas pada materi 1.1.a.5.1 (profil pelajar Pancasila). Kami juga mengira bahwa tugas yang akan diplenokan nanti di ruang meeting kelompok besar adalah tugas pada materi 1.1.a.5.1, sehingga kami tidak menuliskan hasil diskusi materi 1.1.a.5, melainkan hanya mengerjakan tugas pada materi 1.1.a.5.1. Kami baru menyadari setelah kelompok 1 mempresentasikan hasil diskusinya dan diperjelas oleh fasilitator bahwa tugas materi 1.1.a.5 diupload hari itu juga setelah diskusi paling lambat pukul 23.59 Wib. Sementara untuk tugas materi 1.1.a.5.1 tidak didiskusikan, tetapi langsung diupload paling lambat tanggal 27 April 2021.
Tanpa berpikir panjang, kami langsung berkoordinasi melalui WA dan menyarankan ke Ibu Adriani sebagai notulen pada saat diskusi sekaligus sebagai presenter dari kelompok kami untuk menyampaikan hasil diskusi materi 1.1.a.5 terkait hal-hal positif yang telah dipelajari dari pemikiran KHD dalam kaitannya dengan budaya Sulawesi Selatan serta hal positif yang dipilih oleh kelompok kami.
Setelah kegiatan diskusi materi 1.1.a.5 yang berlangsung selama kurang lebih 90 menit berakhir, kami berempat kembali menjadwalkan pertemuan secara internal melalui Gmeet untuk menuntaskan tugas 1.1.a.5 hari itu juga pukul 21.00 hingga akhirnya berhasil mengupload tugas tersebut sebelum deadline. Keesokan harinya, kami kembali melanjutkan diskusi kelompok secara internal melalui Gmeet untuk membahas materi 1.1.a.5.1 tentang profil pelajar Pancasila pada pukul 16.00 hingga pukul 17.30. Hanya saja, tugas 1.1.a.5.1 belum bisa langsung diupload karena Alur Kerangka Merdeka Belajar disepakati akan dibuat dalam bentuk infografis sehingga masih membutuhkan waktu untuk membuatnya. Tugas 1.1.a.5.1 baru berhasil terupload pada 22 April 2021.
Senang rasanya bisa berkolaborasi dengan teman-teman CGP dan PP yang hebat-hebat. Banyak ilmu dan pengetahuan baru yang didapatkan dari fasilitator, PP, maupun teman-teman CGP yang lain. Melalui kegiatan diskusi dan bekerja secara berkelompok, saya bisa lebih mudah mendalami filosofi pemikiran KHD karena hal-hal yang tidak saya pahami bisa diperjelas oleh fasilitator, PP atau teman CGP yang lain. Hanya saja sesekali saya agak sedikit merasa bingung saat harus menuliskan pemikiran-pemikiran KHD yang bisa diterapkan di kelas atau sekolah. Betapa tidak, saya harus membaca secara berulang-ulang kata demi kata dalam setiap kalimat pemikiran KHD yang syarat dengan makna. Hal ini membutuhkan energi ekstra dalam memahami setiap kata dari pemikiran KHD apalagi dalam keadaan sedang berpuasa. Hanya saja, format tugas yang tidak terlalu mengikat membuat saya sedikit lega. Beberapa tugas tidak hanya bisa dikerjakan dalam bentuk karya teks, melainkan bisa dalam bentuk verbal ataupun visual.
Setelah mempelajari secara mendalam pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya dapat mengetahui bahwa pendidikan menurut KHD adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat. Jadi, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Guru diibaratkan sebagai seorang petani yang menanam jagung misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya jagung, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman jagung, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.
Saya yakin bisa menerapkan pengetahuan dan pengalaman tersebut di atas, karena pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara sangat sejalan dengan kehidupan sosial budaya di daerah saya, yakni Sulawesi Selatan. Anak-anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan yang menjunjung tinggi budaya menghargai orang yang lebih tua melalui budaya "Tabe", menunjukkan bahwa mereka memiliki kodrat yang kuat dalam mengembangkan perilaku positif yang mereka miliki.
Foto: www.rujukannews.com/16/10/2019/read/berita/news/pendidikan/pudarnya-budaya-tabe-dikalangan-masyarakat.html |
Seorang pendidik harus mengutamakan fungsinya sebagai model atau figur keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Sebagai seorang pendidik, saya mesti mengutamakan fungsi sebagai model atau figur keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Selama ini, saya lebih mengutamakan fungsi sebagai fasilitator atau pengajar ketimbang sebagai model atau figur keteladanan. Padahal menurut KHD budi pekerti, watak, atau karakter yang merupakan perpaduan harmonis antara gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan dapat menimbulkan tenaga/ semangat. Selain itu, selama ini saya juga kurang memperhatikan perbedaan kodrat alam yang dimiliki setiap anak, sehingga terkadang saya ingin memaksakan perubahan pada anak di luar kodratnya. Sehingga kedepannya saya semestinya menuntun anak sesuai kodrat alam mereka.
Perubahan konkret yang akan saya lakukan setelah memahami pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah pertama-tama mengubah pola pikir saya dari mengajar ke menuntun. Kemudian berusaha memahami karakteristik setiap peserta didik agar saya bisa lebih mudah menuntun mereka sesuai kodrat alam yang dimiliki. Setelah itu, saya akan merancang pembelajaran yang berbasis aktifitas dan pemecahan masalah secara kolaboratif sesama peserta didik. Dalam pelaksanaannya, saya akan menuntun mereka dalam melakukan aktifitas belajar baik di kelas maupun di luar kelas serta mengarahkan untuk memecahkan segala permasalahan secara bersama-sama.
0 comments:
Post a Comment