Oleh: Jamaluddin Tahuddin
Kegiatan di pekan ke-9 diawali dengan Pretest untuk modul 2 kemudian dilanjutkan dengan materi modul 2.1. Sebagaimana urutan MERRDEKA belajar, maka sebagaimana modul sebelumnya, modul 2.1 pun dimulai dari diri dengan mengaktivasi pengetahuan yang telah dimiliki terkait dengan pembelajaran berdiferensiasi dan mengidentifikasi apa saja yang ingin diketahui lebih lanjut. Pada sesi ini, kita diminta menceritakan pengalaman yang paling berkesan pada saat melakukan proses pembelajaran di dalam kelas dengan murid beragam. Pengalaman yang paling berkesan pada saat melakukan proses pembelajaran di dalam kelas adalah saat memberikan motivasi bagi salah seorang murid yang malas dengan memberikan penghargaan berupa pujian karena ia sudah mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan di papan tulis. Saat itu sengaja saya membuat pertanyaan yang mudah supaya semua murid bisa menjawab. Alhasil murid yang sering menjadi bahan perbincangan guru-guru karena kemalasannya itu akhirnya berani mengangkat tangan dan menjawab di papan. Berkat pujian tersebut, ia menjadi semakin rajin ke sekolah bahkan setiap ada pertanyaan ia selalu mengangkat tangan sekalipun jawabannya lebih banyak salahnya daripada benarnya. Yang lebih mengherankan lagi bagi rekan-rekan guru yang lain, saat ditanya sama wali kelasnya mengenai cita-citanya, ia menjawab dengan penuh percaya diri bahwa ia ingin menjadi guru matematika. Sebelum mempelajari modul 2.1, saya mengetahui bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang menggunakan berbagai cara dan senantiasa menyesuaikan dengan keadaan murid. Selanjutnya, saya ingin mengetahui bagaimana menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas. Dari video yang ditayangkan, saya mendapatkan pelajaran bahwa pembelajaran seharusnya dirancang, dilaksanakan, dan dievaluasi berdasarkan kebutuhan belajar dan kodrat murid.
Pada sesi eksplorasi konsep, calon guru Penggerak diharapkan dapat menunjukkan pemahaman tentang yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensi dan melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan minat, kesiapan, dan profil belajar. Harapan ini mengarah pada bagaimana mengelola kelas untuk memenuhi kebutuhan murid secara individu, latar belakang murid, pembelajaran sebelumnya, dan perkembangan keterampilan mereka, minat murid (di sekolah dan di luar), motivator, dan tujuan mereka, profil belajar murid, gaya belajar yang disukai oleh mereka, serta bagaimana menggunakan informasi tentang minat, kesiapan dan profil belajar murid untuk membantu guru merancang dan melaksanakan pembelajaran secara efektif. Oleh karena itu, penting untuk mengingat satu persatu murid di kelas, bagaimana karakteristik setiap anak, apa kekuatan mereka, bagaimana gaya belajar mereka, apa minat mereka, siapa yang memiliki keterampilan menghitung paling baik, siapa yang sebaliknya, siapa yang paling menyukai kegiatan kelompok, siapa yang justru selalu menghindar saat bekerja kelompok, siapa yang level membacanya paling tinggi, siapa murid yang masih perlu dibantu untuk meningkatkan keterampilan memahami bacaan, siapa yang paling senang menulis, dan siapa yang lebih senang berbicara. Sebagai contoh, pada sesi ini diberikan contoh kasus yang dialami oleh Ibu Nur, seorang guru kelas 3 SD dengan jumlah murid sebanyak 32 murid. Bu Nur memperhatikan bahwa 3 murid selalu selesai lebih dahulu saat diberikan tugas menyelesaikan soal-soal perkalian. Karena dia tidak ingin ketiga anak ini tidak ada pekerjaan dan malah mengganggu murid lainnya, akhirnya ia berinisiatif untuk menyiapkan lembar kerja tambahan untuk 3 anak tersebut. Jadi jika anak-anak lain mengerjakan 15 soal perkalian, maka untuk 3 anak tersebut, Bu Nur menyiapkan 25 soal perkalian. Menurut saya, strategi yang dilakukan oleh Ibu Nur kurang tepat, karena hal itu akan menimbulkan anggapan bagi ketiga murid tersebut bahwa tugas mereka akan ditambah jika menyelesaikan tugas lebih dulu. Sehingga perlakuan tersebut justru bisa membuat ketiganya menjadi malas mengerjakan tugas lebih dulu. Mungkin ada baiknya sekiranya Ibu Nur menjadikan ketiganya sebagai tutor sebaya bagi teman-temannya yang lain. Jika saya sebagai Ibu Nur, maka saya akan menjadikan ketiganya sebagai tutor sebaya bagi teman-temannya yang lain terutama mereka yang belum memahami cara menyelesaikan soal-soal perkalian tersebut. Hal ini tentu akan membuat ketiganya sedikit berbangga karena mendapatkan penghargaan berupa kepercayaan dari guru untuk menjadi tutor. Selain itu, tugas guru juga bisa lebih terbantu dalam membimbing murid menyelesaikan soal-soal perkalian. Menurut Tomlinson (2000), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Namun demikian, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, dimana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid.
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
- Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
- Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
- Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
- Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
- Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
Jika kita mengacu ke kasus Ibu Nur diatas, maka keputusannya untuk memberikan soal tambahan, dengan jenis soal yang tetap sama serta tingkat kesulitan yang juga sama, kepada tiga murid yang selesai terlebih dahulu, belum dapat dikatakan sebagai diferensiasi. Apalagi, tujuan diberikannya soal tadi adalah agar tiga murid tersebut ada ‘pekerjaan’ sehingga tidak mengganggu murid yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Nur perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya, termasuk ketiga murid tersebut.
Selanjutnya, bagaimana melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid. Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
- Kesiapan belajar (readiness) murid
- Minat murid
- Profil belajar murid
Sebagai guru, kita tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).
Untuk lebih memahami tentang kesiapan belajar, diberikan contoh situasi dalam pelajaran bahasa Indonesia. Dimana Bu Nur ingin mengajarkan muridnya membuat karangan berbentuk narasi. Ia kemudian melakukan penilaian diagnostik. Ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya.
- Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang benar dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.
- Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang benar, namun kosakatanya masih terbatas.
- Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang benar dan kosakatanya pun terbatas
Apa yang dilakukan oleh Bu Nur di atas adalah memetakan kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar.
Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.
Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda.
Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).
1. Bersifat mendasar - Bersifat transformatif
Saat sebagian murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, atau jika ide itu bukan di salah satu bidang yang dikuasai oleh murid, mereka sering membutuhkan informasi pendukung yang lebih jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk memahami ide tersebut. Mereka akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide secara langsung. Jika murid berada dalam tingkatan ini, maka bahan-bahan materi yang mereka gunakan dan tugas-tugas yang mereka lakukan harus bersifat mendasar dan disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Di lain waktu, ketika murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka pahami atau berada di area yang menjadi kekuatan mereka, maka dibutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif.
2. Konkret - Abstrak
Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.
3. Sederhana - Kompleks
Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu; yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi.
4. Terstruktur - Open Ended
Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain, murid siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
5. Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
6. Lambat - Cepat
Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari sebuah topik.
Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).
Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013).
Kita tahu bahwa seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Ada murid yang minat nya sangat besar dalam bidang seni, matematika, sains, drama, memasak, dsb. Minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran. Tomlinson (2001) menjelaskan bahwa mempertimbangkan minat murid dalam merancang pembelajaran memiliki tujuan diantaranya:
- Membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka sendiri untuk belajar;
- Menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran;
- Menggunakan keterampilan atau ide yang familiar bagi murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang familiar atau baru bagi mereka, dan;
- Meningkatkan motivasi murid untuk belajar.
Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid.
Beberapa ide yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan minat diantaranya misalnya:
- Meminta murid untuk memilih apakah mereka ingin mendemonstrasikan pemahaman dengan menulis lagu, melakukan pertunjukan atau menari.
- Menggunakan teknik Jigsaw dan pembelajaran kooperatif.
- Menggunakan strategi investigasi kelompok berdasarkan minat.
- Membuat kegiatan “sehari di tempat kerja”. Murid diminta mempelajari bagaimana sebuah keterampilan tertentu diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Mereka boleh memilih profesi yang sesuai minat mereka.
- Membuat model.
Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor, seperti: bahasa, budaya, kesehatan, keadaan keluarga, dan kekhususan lainnya. Selain itu juga akan berhubungan dengan gaya belajar seseorang. Menurut Tomlinson (dalam Hockett, 2018) profil belajar murid ini merupakan pendekatan yang disukai murid untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar belakang, jenis kelamin, dll.
Tujuan dari pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka. Penting juga untuk diingat bahwa kebanyakan orang lebih suka kombinasi profil. Menurut Tomlinson (2001), ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran seseorang. Berikut ini adalah beberapa yang harus diperhatikan:
- Lingkungan: suhu, tingkat aktivitas, tingkat kebisingan, jumlah cahaya.
- Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
- Visual: belajar dengan melihat (diagram, power point, catatan, peta, grafik organisator).
- Auditori: belajar dengan mendengar (kuliah, membaca dengan keras, mendengarkan musik).
- Kinestetik: belajar sambil melakukan (bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).
Berdasarkan pemaparan mengenai ketiga aspek dalam mengkategorikan kebutuhan belajar murid, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk mengoptimalkan pembelajaran dan tentunya hasil dari pembelajaran murid diperlukan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan belajar murid.
Pada bagian akhir eksplorasi konsep, diberikan 2 (dua) video mengenai pembelajaran berdiferensiasi. Video 1
Video 2
Dalam video pertama, dipaparkan strategi pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan kebutuhan belajar murid ditinjau dari 3 aspek, yaitu kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar murid. Strategi pembelajaran berdiferensiasi yang dipaparkan adalah diferensiasi konten, proses, dan produk. Diferensiasi konten terkait penyesuaian materi dan bahan ajar berdasarkan kebutuhan belajar murid. Diferensiasi proses terkait penyesuaian layanan dalam membantu murid memahami materi dan bahan ajar yang diberikan. Diferensiasi produk terkait penyesuaian produk yang dihasilkan sebagai wujud pemahaman murid terhadap materi dan bahan ajar yang diberikan. Sementara dalam video kedua, dipaparkan mengenai lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran berdiferensiasi. Dalam paparan tersebut, disebutkan bahwa lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran berdiferensiasi adalah lingkungan belajar yang didasari oleh konsep komunitas belajar dimana semua anggotanya adalah pembelajar.
Gagasan baru yang didapatkan dari video tersebut adalah bahwa pembelajaran yang berdiferensiasi tidak hanya membutuhkan penyesuaian terhadap konten saja, melainkan harus juga ada penyesuaian proses dan produk terhadap kebutuhan belajar murid. Akan tetapi, diferensiasi konten yang didasarkan pada aspek kesiapan belajar murid akan menjadi sulit diimplementasikan secara maksimal. Hal ini disebabkan karena terkadang masih banyak murid yang belum tuntas pada materi sebelumnya dan merupakan materi prasyarat. Sementara materi ajar telah tersusun rapi dalam KI/KD yang tercantum dalam kurikulum. Kalaupun dilakukan penyesuaian materi dengan kesiapan belajar murid, tentunya tetap mengikuti materi dasar yang sudah tercantum dalam kurikulum.
0 comments:
Post a Comment