Kunjungi Channel YouTube kami di "Guru Itung" Channel

Halaman

Saturday, July 24, 2021

Catatan Akhir Pekan Guru Penggerak Part 11: Pembelajaran Berdasarkan Profil Belajar Murid

Oleh: Jamaluddin Tahuddin

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar, tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas, penilaian berkelanjutan, merespon kebutuhan belajar murid, dan manajemen kelas yang efektif. Pembelajaran berdiferensiasi dapat menjadi solusi terhadap permasalahan kemampuan murid yang variatif dalam menerima pelajaran di kelas. Hal ini disebabkan karena murid berbeda dalam hal kesiapan, minat, dan profil belajar. Dalam hal kesiapan belajar, murid tentu memiliki pengetahuan awal yang berbeda sebelum siap menerima pelajaran atau informasi yang baru. Apalagi dalam hal minat, tentunya minat murid berbeda-beda. Ada yang berminat dalam pelajaran olahraga, seni, matematika, IPA, dan lain sebagainya. Sekalipun tak dapat dipungkiri bahwa ada juga murid yang memang meminati hampir seluruh mata pelajaran. Akan tetapi, kemampuan murid dalam menerima pelajaran juga sangat dipengaruhi oleh gaya belajar mereka. Di antara murid tentu ada yang gaya belajarnya visual, auditori, dan ada yang kinestetik.

Strategi pembelajaran berdiferensiasi terdiri dari diferensiasi konten, proses, dan produk. Diferensiasi konten terkait penyesuaian materi dan bahan ajar berdasarkan kebutuhan belajar murid. Diferensiasi proses terkait penyesuaian layanan dalam membantu murid memahami materi dan bahan ajar yang diberikan. Diferensiasi produk terkait penyesuaian produk yang dihasilkan sebagai wujud pemahaman murid terhadap materi dan bahan ajar yang diberikan. Sekalipun demikian, pembelajaran berdiferensiasi juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan belajar. Lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran berdiferensiasi adalah lingkungan belajar yang didasari oleh konsep komunitas belajar dimana semua anggotanya adalah pembelajar.

Berdasarkan filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru hendaknya berpihak pada murid. Murid hendaknya terlibat bukan hanya pada saat pelaksanaan pembelajaran, melainkan juga dilibatkan pada saat perencanaan pembelajaran. Hal ini dilakukan agar pembelajaran betul-betul bisa terlaksana sesuai kodrat anak. Tidak hanya itu, pembelajaran yang dilakukan guru hendaknya bisa menuntun mereka dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, pembelajaran berdiferensiasi sangat sejalan dengan konsep pendidikan Ki hajar Dewantara. Pembelajaran berdiferensiasi sangat mengedepankan kodrat anak. Pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar mampu memenuhi kebutuhan belajar murid. Dengan demikian, akan terjadi koneksi antara kodrat anak dengan tujuan pembelajaran.

Minat, profil, dan kesiapan belajar murid yang beraneka ragam tentunya sulit terakomodasi semuanya dalam setiap pembelajaran. Oleh karena itu, guru tentunya membutuhkan strategi jitu agar pembelajaran bisa disesuaikan dengan minat, profil, dan kesiapan belajar semua murid.

Sebagai aksi nyata dari pembelajaran berdiferensiasi, saya melaksanakan rencana pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Setelah melakukan tes diagnostik untuk mengetahui profil belajar murid. Berdasarkan tes diagnostik itu, diperoleh murid memiliki keragaman dalam hal gaya belajar. Gaya belajar murid terdiri dari auditori, visual, dan kinestetik. Oleh karena itu rencana pembelajaran dirancang sedemikian sehingga bisa mendiferensiasi berdasarkan gaya belajar murid tersebut. Gaya belajar auditori dan visual didiferensiasi dengan menggunakan media video pembelajaran, sedangkan gaya belajar kinestetik dengan permainan membandingkan bilangan bulat.

Kegiatan pada pekan ke-11 diakhiri dengan tahapan mulai dari diri untuk modul 2.2 pembelajaran social dan emosional. Pada tahapan ini, kita diminta melakukan refleksi terkait pengalaman yang pernah didapatkan sebagai pendidik, saat berada dalam situasi yang menuntut kita untuk dapat mengelola emosi. Dimana saat itu saya sedang mengajar di kelas, tiba-tiba seorang murid berdiri dan berjalan keluar kelas tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Karena lama saya menunggu dan ia tak kunjung kembali ke kelas, maka saya keluar mencarinya. Ternyata ia sedang makan di kantin, padahal awalnya saya mengira dia cuma ke kamar kecil untuk buang air. 

Saat itu, saya sangat kesal dan serasa ingin sekali menampar mukanya karena saya merasa tidak dihargai sebagai guru yang sedang mengajar di kelasnya. Akan tetapi, saat itu saya berpikir sejenak bahwa mungkin ia tidak sarapan dari rumah sehingga tak mampu lagi menahan lapar. Jadi, saya minta ia menghadap saya di ruang guru setelah menghabiskan makanannya. Setelah selesai makan, murid itu pun menghadap saya di ruang guru kemudian saya tanya kenapa ia meninggalkan kelas tanpa minta ijin terlebih dahulu. Ternyata betul dugaanku bahwa ia tak sempat sarapan dari rumah karena takut terlambat dan tidak minta ijin sama saya karena takut tidak diijinkan atau dimarahi. Saya pun memaafkannya setelah ia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Setelah kejadian itu, saya sampaikan kepada murid di kelas untuk meminta ijin sama guru jika ingin meninggalkan kelas termasuk jika lapar dan ingin makan di kantin. Bahkan bagi yang membawa makanan dan minuman, saya persilahkan mereka makan atau minum pada saat belajar di kelas jika mereka lapar atau haus. Sekalipun kenyataannya mereka enggan melakukannya karena merasa segan.

Setelah kejadian itu, tak ada lagi murid yang keluar tanpa ijin dan kedapatan makan di kantin saat pelajaran berlangsung di kelasnya. Sehingga saya merasa bahwa apa yang saya lakukan cukup efektif untuk menangani situasi seperti di atas. Mungkin karena mereka merasa dihargai, dimengerti dan diperhatikan. Mereka bahkan segan untuk makan atau minum di kelas padahal saya sudah persilahkan jika mereka haus atau lapar.

Selain itu, kita juga diminta merefleksi kembali saat berada dalam situasi menantang saat berhubungan dengan murid-murid. Dimana suatu ketika, pada saat saya sedang menjelaskan di depan kelas. Seorang anak tiba-tiba berdiri dan bertanya apa itu bilangan rasional. Seketika saya merasa kaget dan sempat merasa kuatir tidak bisa menjawabnya karena saat itu saya lupa definisi bilangan rasional. Tapi saya mencoba untuk tetap tenang dan berusaha untuk tidak menunjukkan ketidaktahuan saya di depan murid sambil duduk di kursi guru. Sambil mengingat ingat kembali definisi bilangan rasional, saya mempersilahkan murid yang lain yang ingin menyampaikan pendapat tentang bilangan rasional. Ternyata tak ada satupun juga murid yang bisa memberikan jawabannya. Tapi, untunglah karena saya bisa ingat kembali definisi bilangan rasional dan menjelaskannya di depan kelas.

Menurutku, apa yang saya lakukan tersebut cukup efektif karena saya berhasil tetap tenang sekalipun dalam situasi yang sempat dan nyaris mencemaskan. Selain itu, cara tersebut juga berhasil menjaga kepercayaan murid terhadap guru sebagai salah satu sumber belajar.

Diberikan beragam kegiatan belajar dan mengajar di kelas maupun lingkup sekolah, kita diminta memberi tanda cek (√) pada kegiatan yang sudah pernah dilakukan di kelas maupun di sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah Memulai kegiatan setiap hari dengan kesadaran akan tujuan yang jelas, Memberikan kesempatan pada murid untuk merefleksi proses pembelajaran yang sudah diikuti (apa yang disukai/mudah/menantang/ingin dipelajari lebih lanjut sebelum melanjutkan pembelajaran berikutnya), Mendengarkan penjelasan murid yang dilaporkan terlibat dalam perilaku indisipliner dengan sikap empati dan hormat, Memfasilitasi murid untuk duduk berdialog dalam menyelesaikan konflik, Berpartisipasi dalam kegiatan komunitas atas inisiatif sendiri, dan Melibatkan murid dalam membuat kesepakatan kelas agar kelas aman dan nyaman. Motivasi saya dalam melakukan kegiatan tersebut di atas adalah sebagai berikut:

  • Tujuan yang jelas bisa membuat kegiatan lebih terarah
  • Refleksi murid bisa menjadi bahan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan sekaligus menjadi umpan balik dari murid terhadap hal yang perlu diperbaiki dan apa yang dibutuhkan oleh mereka.
  • Penting mendengarkan penjelasan dari murid yang terlibat perilaku indisipliner agar kita mengetahui latar belakang masalahnya sehingga bisa memikirkan solusi pemecahannya.
  • Biasanya solusi yang ditawarkan murid mampu menyelesaikan konflik karena yang tahu persis akar permasalahannya adalah murid. Sehingga tidaklah mengherankan jika mereka lebih mengetahui cara menyelesaikannya.
  • Berpartisipasi dalam kegiatan komunitas atas inisiatif sendiri karena banyak hal bisa dipelajari dari anggota komunitas yang lain dan masalah yang tak bisa diselesaikan sendiri bisa diselesaikan di komunitas.
  • Murid harus dilibatkan dalam membuat kesepakatan kelas untuk menumbuhkan kesadaran dan budaya positif di kelas. Kesepakatan kelas yang dibuat bersama murid akan meminimalkan keinginan murid untuk melanggar kesepakatan tersebut karena merasa ikut memiliki.

Hanya saja sejauh ini beberapa kegiatan tersebut belum bisa dilakukan secara konsisten karena dibatasi oleh waktu dan kadang dihadapkan pada situasi yang bersamaan dengan kegiatan lain sehingga tidak bisa terlaksana. Saya berharap setelah mempelajari modul pembelajaran sosial dan emosional ini, saya bisa menumbuhkan rasa empati terhadap murid dan bisa meningkatkan kecerdasan emosional. Selain itu,  saya juga berharap murid bisa lebih senang dan bahagia bersama gurunya.


Share:

0 comments:

Post a Comment

Komentar Terbaru

Translate

Followers

Guru Itung. Powered by Blogger.

Contact Form

Name

Email *

Message *